MAKASSAR, RADAR SULBAR – Mantan Staf Khusus (Stafsus) era Gubernur Andi Sudirman Sulaiman (ASS) Irwan ST angkat suara menanggapi pernyataan Pj Gubernur Bahtiar yang mengatakan Pemprov Sulsel sudah bangkrut.
Menurut Irwan penyataan yang dilontarkan Pj Gubernur Bahtiar menunjukkan kelasnya yang belum layak menjadi Pj.
“Pj Gubernur ini kok tidak tahu bedakan mana bangkrut, fiktif dan defisit 1,5 triliun rupiah,” ujar Irwan, Kamis 12 Oktober.
Irwan kemudian menjelasan bahwa total utang Pemprov Sulsel sesuai LPH BPK RI sebesar 1,8 triliun rupiah di tahun 2022 sewaktu Nurdin Abdulllah (NA) karena pada tahun 2020, NA melakukan pinjaman Rp 1,1 triliun dengan tenor 8 tahun dari PT. SMI untuk dana PEN Covid-19.
“Sejak masa Andi Sudirman Sulaiman (ASS) utang jangka panjang itu sisa Rp 600 miliar. Utang Rp600 miliar ini sesuai perjanjian dengan PT SMI akan diangsur pembayarannya sampai dengan tahun 2028 dan selalu disiapkan anggarannya tiap tahun di APBD,” katanya.
Kedua, kata Irwan, utang 2020-2023 masa ASS karena proyek luncuran belum selesai fisik ataupun berjalan pada tahun anggaran 2023 sebagai utang jangka pendek sebesar Rp1,2 triliun lebih.
“Utang jangka ini telah dibayarkan saat ASS menjabat yang terdiri dari utang DBH Rp m726 miliar lebih, utang belanja pegawai Rp100 miliar, utang Barjas Rp38 miliar lebih, utang Hibah Rp1,5 miliar, utang modal Rp95 miliar dan pembayaran pokok pinjaman sebesar Rp133 miliar,” urai Irwan.
Sehingga, kata Irwan, dari Rp1,2 triliun tersisa total utang yang belum terbayarkan hanya sebesar Rp54 miliar lebih. Hal ini karena belum diverifikasi oleh auditor.
Karena itu, Irwan menegaskan, bahwa selama kepemimpinannya, ASS tidak pernah membuat kebijakan utang karena harus melalui mekanisme persetujuan DPRD Sulsel.
“Dan itu tidak pernah diajukan dari Gubernur ASS ke DPRD sejak 2021, 2022 dan 2023,” tegasnya.
Di samping itu, ASS telah menyelasaikan utang PEN hingga tersisa Rp600 miliar karena tenor pinjamannya dengan PT SMI hingga 2028. “Dan pinjaman ini dilakukan Nurdin Abdullah saat masa Covid,” imbuhnya.
Selanjutnya, kata Irwan, defisit tidak bisa dianggap karena belum berakhir tahun 2023 dan serapan tercatat kurang lebih masih 50 persen lebih.
“Makanya perubahan APBD dilakukan untuk menghitung ulang proyeksi belanja dan target pendapatan dengan melihat anggaran belanja kecenderungan di Q4,” katanya.
Terkait bagi hasil (DBH) ke kabupaten/kota, kata Irwan, itu bukan utang tapi kewajiban yang memang sejak 3 gubernur sebelumnya selalu dibayar hanya hingga Q3.
Lalu, kata bangkrut yang dilontarkan Pj Gubernur Bahtiar adalah sebuah pernyataan yang sangat menyesatkan.
Bangkrut itu artinya kondisi sebuah perusahaan yang mengalami kerugian besar yang mengakibatkan perusahaan tersebut terpaksa gulung tikar.
Fiktif itu adalah sesuatu yang tidak nyata misalnya ada laporan pengadaan barang atau jasa tapi sebenarnya tidak ada.
Sedangkan defisit itu adalah bila jumlah pendapatan lebih kecil daripada jumlah belanja.
“Bisa dikatakan pembodohan publik karena sangat jauh dari fakta karena kata bangkrut itu bisa disamakan dengan pailit dengan penetapan pengadilan. Ini benar-benar pernyataan yang menyesatkan. Dan kalau pemahaman Pj Gubernur demikian, maka saya rasa belum layak jadi Pj,” pungkasnya. (*)