Oleh: M Danial
ASN (Aparatur Sipil Negara) dilarang me-like, share, follow, mengomentari atau bergabung di akun peserta Pemilu atau Pilkada. ASN harus netral, dilarang memihak kepada peserta pemilu tertentu.
Larangan tersebut bukan hal baru. Netralitas ASN selalu menjadi topik pembahasan berbagai pihak di berbagai forum. Ibarat lagu selalu diputar ulang rekamannya setiap menjelang pemilu atau Pilkada.
ASN harus fokus sebagai pelayan publik tanpa membedakan latar belakangnya. Semua warga masyarakat harus diperlakukan setara, dilayani secara profesional tanpa membedakan dukungan atau afiliasinya politiknya.
Tidak bisa dipungkiri ASN merupakan potensi yang signifikan untuk kepentingan elektoral pada kontestasi demokrasi lima tahunan. Itulah pentingnya memastikan netralitas ASN agar tidak menjadi sumber kerawanan penyelenggaraan pemilu.
ASN memiliki posisinya strategis dalam pemerintahan dan birokrasi. Dengan posisi tersebut, ASN sangat mungkin dimanfaatkan sebagai mesin politik oleh kelompok kepentingan untuk memenangi pemilu atau pemilihan.
UU ASN dan UU Pemilu sangat jelas dan tegas mengenai larangan ASN menjadi anggota parpol atau berafiliasi pada kekuatan politik tertentu. ASN harus konsisten sebagai kekuatan profesional yang tidak memihak pada kontestan politik tertentu.
Pentingnya netralitas ASN menghadapi Pemilu 2024 telah dipertegas dengan SKB (Surat Keputusan Bersama) KemenPAN-RB (Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi), Kemendagri, Bawaslu, KASN (Konisi Aparatur Sipil Negara) dan BKN (Badan Kepegawaian Negara).
SKB tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN dalam Pemilu dan Pemilihan itu, merupakan panduan bagi semua pemangku kepentingan terkait perilaku ASN dalam kontestasi demokrasi. Pasalnya, pelanggaran netralitas ASN masih selalu terjadi, malah cenderung meningkat dan makin mengkhawatirkan.
Pelanggaran netralitas ASN merupakan persoalan klasik. Penyebabnya antara lain mentalitas belum sepenuhnya terbiasa dengan semangat reformasi birokrasi untuk
melaksanakan pelayanan yang mengutamakan kepentingan publik. Netralitas ASN juga terciderai karena menjadi tim sukses pemenangan kontestan khususnya dalam Pilkada digunakan sebagai cara untuk promosi jabatan.
Potensi pelanggaran netralitas ASN harus menjadi perhatian menjelang Pemilu 2024. Pasalnya ASN merupakan sosok yang memiliki pengaruh di masyarakat, setidaknya di lingkungan sekitarnya.
Fenomena pelanggaran netralitas ASN dalam pemilu harus menjadi perhatian serius karena akibatnya berbahaya jika dibiarkan. Akibat dimaksud adalah merusak tatanan kesantunan demokrasi.
ASN tidak netral akan menyebabkan penyalahgunaan kewenangan atau abuse of power sampai praktik korupsi. Berpotensi terjadinya penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik yang akan berdampak pada kualitas pelayanan publik.
Netralitas ASN membutuhkan dukungan semua pihak untuk mengawal dan menjaga secara konsisten. Mencegah pelanggaran netralitas ASN bukan hanya tugas Bawaslu dan pimpinan instansi atau lembaga pemerintah.
Dibutuhkan kesungguhan semua pihak untuk konsisten menegakan netralitas ASN.
Pembiaran ASN tidak netral akan merusak iklim kerja di tempat tugas ASN karena orientasi politik dan kepentingan yang berbeda-beda.
Menegakan netralitas ASN neg hadapi banyak tantangan. Salah satunya keteladanan para punggawa atau pimpinan instansi atau lembaga pemerintah untuk dicontoh oleh anak buahnya. Para punggawa ASN harus memelopori netralitas, bukan sebatas statemen dengan aturan bertumpuk-tumpuk aturan. Tapi tidak dibarengi ketegasan menegakan aturan. Penerapan tindakan pun kerap tebang pilih.
Netralitas ASN yang hanya sebatas statemen, lain perkataan lain perbuatan, ibarat lagu lama di kaset usang yang diputar berulang-ulang. (*)