Oleh: M Danial
HARI-hari ini ramai kegiatan menyambut peringatan hari kemerdekaan RI ke-78. Berlangsung hingga pelosok. Rakyat berkesempatan menyaksikan pertandingan dan perlombaan. Menikmati tontonan murah meriah dan menghibur.
Sejak berbulan sebelumnya berlangsung perlombaan mencari simpati rakyat untuk menggalang dukungan. Dilakukan oleh partai politik dan politisi, bahkan mereka yang berstatus aparat pemerintah. Perlombaan tersebut idealnya menjadi tontonan yang mencerahkan sebagai pendidikan politik bagi rakyat.
Tarik tambang salah satu yang ramai sejak beberapa hari. Permainan tradisional warisan turun temurun yang selalu menyedot perhatian masyarakat berhihihihi.
Tarik tambang tidak sekadar sebuah hiburan. Melainkan memiliki sejarah dan filosofi yang mengandung pesan moral. Peserta pertandingan berlawanan arah, berhadap-hadapan langsung tapi mempunyai tujuan yang sama.
Peserta tarik tambang berasal dari berbagai kalangan. Anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Laki-laki perempuan. Kaum emak-emak dan lansia tidak ketinggalan. Para peserta unjuk kekuatan, penonton unjuk gigi.
Sepintas tarik tambang terlihat sebatas adu kekuatan. Kuat-kuatan dari arah yang berlawanan. Namun untuk meraih kemenangan sangat diperlukan kekompakan tim, kebersamaan, solidaritas dan gotong royong. Untuk tujuan bersama.
Dalam permainan tarik tambang, mundur adalah strategi untuk meraih kemenangan. Mundur bukan berarti pasif, tapi untuk memaksimalkan kekuatan. Menyatukan kekompakan untuk menyamakan tarikan tali tambang dari arah lawan.
Kemenangan mengandalkan kekuatan otot lengan dan kaki. Itu sebabnya pemain atau peserta harus kuat secara fisik.
Tarik tambang mengajarkan kejujuran dan sportivitas. Harus mematuhi aturan. Jujur pada diri sendiri dan adil kepada lawan. Fair play bukan sekadar hiasan. Siap menang siap kalah bukan sekedar slogan seperti yang terjadi di pemilu.
Tarik tambang mengajarkan juga kepemimpinan dan pembiasaan mematuhi pimpinan demi tujuan bersama. Mengajarkan juga kerja keras dan pelajaran melatih kesabaran.
Tarik tambang adalah permainan sekaligus tontonan saling tarik pada arah yang berlawanan, namun bukan berarti permusuhan. Peserta punya tujuan yang sama: saling gembira dan semangat menyemarakan hari kemerdekaan.
Tarik tambang adalah permainan yang berasal dari kebudayaan ini China, India, dan Mesir.
Menurut Buku Dinasti Tang, tarik tambang sudah ada di China sejak abad ke-8 sebelum Masehi, namun bukan sebagai olahraga. Melainkan sebagai latihan tentara militer negara Chu. Tarik tambang menjadi permainan sejak pementahan Kaisar Xuanzong.
Di India tarik tambang mulai dikenal pada abad ke-2 SM, namun saat itu belum jelas fungsinya.
Catatan lain menyebut tarik tambang mulai dikenal sebagai olahraga atau permainan di Olimpiade Yunani pada 500 tahun sebelum Masehi. Setelah itu, tarik tambang mulai mendunia untuk melatih kekuatan fisik orang-orang pada masa itu.
Tarik tambang dikenal di Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Mulanya rakyat mengenal tali tambang untuk menarik benda berat seperti batuk atau kayu besar, dan sebagainya. Lalu perlahan tali tambang menjadi permainan sebagai hiburan yang kemudian dikenal dengan tarik tambang.
Hari-hari menyambut Hari Kemerdekaan RI ke-78 kita menyaksikan berbagai lomba dan beragam pertandingan. Rakyat sebagai penonton atau suporter berbaur tanpa sekat, meski di luar arena tak berhenti sahut-sahutan menyemangati dan memberi dukungan kepada jagoannya.
Hari-hari ini pula dan ke depan hingga hari Pemilu 14 Februari 2024, idealnya rakyat menyaksikan kompetisi politik yang mencerahkan.
Sebagaimana tarik tambang, pesertanya saling berhadapan dan kuat-kuatan, tapi tidak saling mencela karena punya tujuan yang sama. Sahut-sahutan penonton demi menyemangati jagoannya, tapi tidak bermusuhan. Rakyat butuh suguhan ibarat menonton tarik tambang republik. (*)