Selain mengenang tragedi itu, lilin yang dinyalakan juga merupakan bentuk keprihatinan terhadap penegakan hukum di Kabupaten Mamasa.
“Terus terang kami di keluarga banyak pertanyaan kepada polisi. Terus terang kalau bicara soal kepolisian, kami katakan kepercayaan kami kepada polisi sangat berkurang sekali. Bahkan boleh dikatakan tidak ada sama sekali,” ujarnya.
Atuwo menambahkan, proses penyelidikan yang dilakukan polisi tidak menunjukkan perkembangan positif dari hari ke hari. Polisi merasa bahwa proses penyelidikan terkendala pada persoalan teknis karena Tempat Kejadian Perkara (TKP) di rumah korban di Lingkungan Leune, Kelurahan Aralle, Kecamatan Aralle, rusak.
“Katanya TKP rusak dan kasus ini merupakan kejahatan yang hampir sempurna. Inikan tidak masuk akal kalau polisi berkata seperti itu. Kalau TKP rusak, ya siapa yang rusak? harus dijelaskan semua,” tuturnya.
Padahal, lanjut dia, keluarga sudah menyerahkan alat bukti berupa CCTV kepada penyidik. Termasuk berulang kali memberikan keterangan di kepolisian. Hanya saja, sejauh ini belum ada kejelasan terkait barang bukti tersebut.
“Padahal sudah banyak kasus pembunuhan yang sudah lama terjadi kita saksikan di daerah lain semua bisa diungkap dengan sempurna oleh polisi. Nah di sini, darah masih segar kok susah sekali didapat. Ini jadi pertanyaan,” jelasnya.
Pemerhati Perempuan & Anak, Asyifa Ginting Manik mengaku, pesimis Polda Sulbar bisa mengungkap dan menangkap pelaku pembunuhan pasutri yang terjadi di Kecamatan Aralle, itu. “Sudah mau masuk delapan bulan tetapi tidak ada progress. Sulbar sudah tidak aman, apalagi Kabupaten Mamasa,” tuturnya.
Kabid Humas Polda Sulbar, Kombes Pol Syamsu Ridwan menuturkan, Kapolda Sulbar telah memberikan atensi kepada jajaran penyidik untuk tetap ungkap kasus tersebut.
“Kapolda memberikan arahan untuk memberikan pengamanan yang baik dan terkait kasus tersebut pak kapolda juga atensi ke jajaran penyidik untuk ungkap kasus dan transparan kepada keluarga korban dan masyarakat,” singkatnya. (ajs/*)