POLEWALI, RADARSULBAR.CO.ID — Baliho Berantas dan cegah tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di wilayah Sulawesi Barat banyak dijumpai di sudut-sudut kota Kabupaten Polewali Mandar.
Pemasangan baligho ini sebagai upaya kampanye yang dilakukan oleh LBH Sulbar dalam melakukan pencegahan TPPO di Sulawesi Barat khususnya di Kabupaten Polman.
Anggota LBH Sulbar Sukriwandi menyampaikan, Indonesia merupakan salah satu negara asal terbesar bagi korban perdagangan orang, baik bersifat domestik maupun lintas batas. Data yang dikeluarkan International Organization for Migration (IOM) yang mensinyalir sekitar korban perdagangan orang 50 persen tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
“Sejatinya perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia dan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat dan martabat manusia. Perempuan dan anak adalah kelompok yang paling banyak menjadi korban TPPO,” ujar Sukriwandi.
Korban diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain. Misalnya kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, ataupraktik serupa perbudakan. tambahnya.
Pelaku TPPO melakukan perekrutan, pengangkutan, pemindahan, atau penerimaan orang untuk tujuan menjebak, menjerumuskan, atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban.
Pada dasarnya secara legalitas negara telah menyiapkan perangkat hukum melalui Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Sanksi pidana terhadap para pelaku TPPO terbilang cukup berat yaitu pidana penjara 3 tahun sampai dengan 15 tahun.
Sukriwandi juga menyampaikan Sulbar merupakan salah satu daerah penyumbang tenaga kerja migran yang sebagian besar diberangkatkan ke Malaysia atau daerah timur tengah seperti Arab Saudi.
Hal yang menjadi permasalahan terkait pemberangkatan tenaga kerja migran keluar negeri adalah terkait aspek perlindungan. Dimana pada umumnya mereka yang diberangkatkan tidak memiliki dokumen resmi. Sehingga ketika terjadinya suatu masalah maka yang bersangkutan sangat sulit untuk diperjuangkan terkait hak-haknya khususnya masalah gaji dan klaim uang duka atau tunjangan lain jika sekiranya yang bersangkutan meninggal dunia.
Seperti yang terjadi pada salah seorang pekerja migran asal Polman, Saidiman Hamal yang meninggal di Kota Kinabalu, Malaysia yang bekerja di Kapal Penangkap Ikan Sabah Fish Marketing Sdn Bhd (SAFMA). Hingga saat ini pembayaran uang duka atau santunan serta hak-hak lain belum kunjung diberikan kepada keluarga atau ahli warisnya.
Tentunya ini menjadi suatu ironi bagi mereka yang berangkat keluar negeri dengan tujuan untuk mengangkat taraf hidup ekonomi keluarga.
“waspadalah jangan tertipu modus tindak pidana perdagangan orang (TPPO), dapat tawaran kerja diluar Negeri gaji besar, fasilitas mewah dan janji menggiurkan pastikan terlebih dahulu sumber informasinya jangan sampai anda menjadi korban,”tutur Sulriwandi (arf/jaf)