JAKARTA, RADARSULBAR.CO.ID – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebutkan, bahwa inflasi turun lebih cepat dari perkiraan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi Juli 2023 mencapai 3,08 persen secara Year-on-Year (YoY).
Sejalan dengan kebijakan suku bunga acuan, stabilisasi nilai tukar rupiah, gerakan nasional pengendalian inflasi pangan (GNPIP), dan insentif bagi pemerintah daerah.
“Yang berhasil mengendalikan inflasi pangan, diberikan insentif dan terus kita komunikasi kepada publik untuk ekspektasi inflasi ini,” jelasnya dalam paparan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK).
Perry menegaskan, kebijakan BI tetap dengan stance mendorong pertumbuhan ekonomi, meski juga mewaspadai kondisi global. Sebab, ketidakpastian ekonomi dunia masih tidak menentu.
“Makanya kalau bisa suku bunga tetap dulu, tapi pokoknya kita melakukan stabilisasi nilai tukar,” ujar lulusan Iowa State University itu.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan inflasi tahunan masih akan terus menurun sepanjang paruh kedua 2023. Sehingga, inflasi akan berada dalam kisaran target 2-4 persen untuk sisa tahun ini. Apalagi, harga pangan terkendali.
Meski demikian, El Nino dan cuaca ekstrem menghadirkan dua tantangan. Maka, dampaknya terhadap inflasi pangan perlu diantisipasi secara hati-hati. Mengenai risiko inflasi impor, Faisal menilai relatif terbatas. Karena aliran masuk modal bersih dan surplus perdagangan Indonesia yang masih berlanjut.
“Faktor-faktor tersebut mendukung stabilitas nilai tukar rupiah, sehingga pada tingkat tertentu mengurangi potensi dampak inflasi impor,” terang Faisal kepada Jawa Pos.
Kemungkinan, lanjut dia, inflasi mencapai sekitar 3 persen pada akhir tahun ini. Tentu dengan catatan, jika pemerintah mengelola harga dan pasokan pangan secara efektif.
“Dengan begitu, memberikan ruang bagi BI untuk tidak menaikkan suku bunga acuannya walaupun bank-bank sentral utama global masih bersikap hawkish,” jelasnya.