MAJENE RADAR SULBAR — Satreskrim Polres Majene berhasil mengungkap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Pengungkapan kasus TPPO dengan modusnya pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.
Kapolres Mejene AKBP Toni Sugadri bersama Kasat Reskrim Polres Majene, AKP Budi Adi membeberkan kronologi pengungkapan kasus TPPO yang melibatkan tiga tersangka. AKBP Toni Sugadri mengatakan penyelidikan kasus TPPO ini berawal dari laporan polisi nomor : LP/B/58/VI/2023/SPKT/POLRES Majene/ Polda Sulbar, 15 Juni 2023. Dimana salah seorang warga Majene mengaku menjadi korban TPPO dengan modus pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.
Menindaklanjuti laporan tersebut, kata AKBP Toni Sugadri, kemudian mengeluarkan surat perintah penyidikan nomor : Sp. Sidik/237 VI/RES.1.16/2023/Reskrim, tanggal 27 Juni 2023.
Sehingga berhasil mengamankan seorang pelaku berinisial Fat yang merupakan warga Majene. Fat tak berkutik ketika digelandang ke Mapolres Majene oleh penyidik Satreskrim. Fat diamankan karena melakukan TPPO berdasarkan laporan seorang warga, Arfah.
AKBP Toni Sugadri mengungkapkan kejadian ini bermula saat bulan November 2022, sekitar pukul 18:00 Wita telah terjadi dugaan TPPO.
Awalnya, korban Arfah ditawari pekerjaan oleh Fat. Kemudian pelaku menyuruh korban mengurus berkas atau kelengkapan administrasi. Diantaranya foto copy KTP, KK, dan surat keterangan lainnya. Setelah berkas Arfah sudah lengkap, kemudian Fat menyuruh Arfah untuk menandatangani beberapa berkas yang dibawa tersangka. Tak lama kemudian, keduanya berangkat ke Kota Parepare dan bertemu dengan teman Fat berinisial Mar melalui video call (VC) sebagai perkenalan dengan menggunakan Bahasa Arab,”sebut Toni Sugadri.
Usai berkenalan, terang Kapolres kemudian berlanjut untuk pengurusan paspor ke Kendari.
“Mereka berenam kala itu berangkat ke Kendari untuk membuat paspor. Kemudian kembali lagi ke Makassar dan Parepare sambil menunggu paspor tersebut terbit. Sekitar sepekan kemudian Arfah berangkat ke Jakarta. Setelah tiba di Jakarta, Arfah kemudian berangkat menuju Serang Banten. Selanjutnya Arfah bersama dengan tiga temannya menuju tempat penampungan yang berada di Serang dan bertemu lelaki Helmi,” tutur Kapolres Majene.
Dari sana, ucap Toni Sugadri, korban bersama empat teman korban lainnya berangkat ke Jakarta dan Arfah dibawa ke sebuah kantor tempat pembuatan paspor.
“Setelah paspor terbit, Arfah diberangkatkan ke Arab Saudi. Disana korban dijemput oleh sopir dan paspornya diambil oleh sopir tersebut. Kemudian korban dibawa ke tempat penampungan di Riyadh lalu berpindah ke penampungan di Danmman. Setelah itu Arfah dibawa ke Kantor Al Kobar untuk diinterview. Setelah melakukan interview Arfah menandatangani sebuah kontrak,”jelas Kapolres Majene.
“Arfah pun ikut majikan. Nah, selama tiga bulan kerja, Arfah selalu mendapat kekerasan dari majikannya sehingga dia berusaha meminta pertolongan ke kantor penampungan yang berada di Arab Saudi. Tapi tidak ada respon kemudian Arfah berusaha mencari bantuan dan pertolongan di agensi yang berada di Indonesia,”imbuh AKBP Toni Sugadri.
Dalam perkara ini polisi melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap 15 orang saksi yang menjelaskan bahwa benar telah terjadi tindak pidana perdagangan orang. Kemudian penyidik telah ditetapkan tiga orang tersangka yakni Fat, Mar dan Helmi.
“Tetapi dari tiga tersangka hanya Fat telah ditahan di Mapolres Majene. Sedangkan dua tersangka lainnya Mar dan Helmi dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO),”beber AKBP Toni Sugadri.
Lebih jauh Kapolres mengatakan, berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan oleh penyidik. Tiga tersangka dikenakan pasal 4 atau pasal 10 atau pasal 19 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Selain itu juga dikenakan pasal 81 Jo pasal 69 atau pasal 83 Jo pasal 68 Jo pasal 5 atau pasal 79 Jo pasal 65 Jo pasal 13 atau pasal 86 Jo pasal 72 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia jo Pasal 55 KUH.Pidana,
“Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama lima belas tahun dan pidana denda paling sedikit seratus dua puluh juta rupiah dan paling banyak enam ratus juta rupiah),”tutup AKBP Toni. (*)