Pelaku Mutilasi di Sleman Bisa Dihukum Mati, Berikut Pasal yang Dijeratkan Waliyin dan RD

  • Bagikan
Dirreskrimum Polda DIJ Kombespol FX Endriadi (tengah) memberikan keterangan terkait kasus pembunuhan disertai mutilasi di Mapolda DIJ, Sleman, Minggu (16/7). (Luqman Hakim/Antara)

SLEMAN, RADARSULBAR.CO.ID – Waliyin dan rekannya RD nampaknya akan mendekam di penjara dalam waktu yang lama akibat melakukan mutilasi kepada Redho Tri Agustian. Bahkan kedua pelaku terancam hukuman mati.

Kedua pelaku dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan subsider Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana. Ancaman hukuman maksimal pasal tersebut yakni pidana mati.

Kedua pelaku juga dijerat Pasal 170 Ayat (2) Ke-3 Juncto Pasal 351 Ayat (3) Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

“Pasal 170 ayat 2 ke-3 terkait kekerasan secara bersama-sama dengan pidana penjara paling lama 12 tahun. Pasal 351 ayat 3 dimana mereka melakukan penganiayaan yang mengakibatkan mati. Dengan ancaman pidana penjara paling lama 7 tahun,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIJ Kombes FX Endriadi.

Sebelumnya, mahasiswa UMY itu dilaporkan hilang oleh keluarganya ke Polsek Kasihan, Bantul. Berdasarkan hasil penyelidikan, polisi mendapat informasi bahwa Redho terakhir kali terlihat pada Selasa, (11/7) dini hari.

Sejak saat itu, Redho sama sekali tidak pernah kembali ke tempat kos-nya. Sementara, penemuan sebagian potongan tubuh korban mutilasi itu terjadi sehari setelahnya.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda DIJ Kombes FX Endriadi mengungkap, mutilasi mahasiswa UMY itu bermula dari perkenalan di media sosial. Endriadi menyatakan, korban dan pelaku adalah anggota sebuah komunitas yang memiliki grup media sosial Facebook.

Disebutkan bahwa bahwa komunitas itu melakukan aktivitas tidak wajar. Namun tidak dijelaskan secara jelas dan detil soal maksud dari ‘aktivitas tidak wajar’ tersebut.

Karena sama-sama menjadi anggota komunitas tersebut, Redho, Waliyin dan RD akhirnya kerap berinteraksi. Interaksi yang cukup sering dan intens itu pula yang kemudian mengawali ketiganya saling berkenalan.

Endriadi menerangkan, perkenalan antara Redho, Waliyin dan RD terjadi sekitar 3 bulan sebelumnya. Sejak saat itu, korban dan kedua pelaku semakin intens berkomunikasi satu sama lainnya.

Dari komunikasi itens dan perkenalan itu, ketiganya lantas sepakat untuk melakukan pertemuan alias kopi darat.

Hal itu dimulai oleh Waliyin yang mengundang RD datang ke Jogja. Undangan itu lantas disanggupi RD. Tujuan dari undangan Waliyin ke Jogjakarta itu tidak lain adalah juga untuk bertemu dengan Redho.

Setibanya di Jogja, RD langsung dijemput oleh Waliyin. RD kemudian diajak menginap di tempat kos di Dusun Krapyak, Kalurahan Triharjo, Kapanewon Sleman. Di kos tersebut terjadi kegiatan tidak wajar antara korban dan kedua pelaku.

“Mereka (korban dan pelaku) melakukan kegiatan berupa kekerasan satu sama lain dan terjadi berlebihan,” ungkap Endriadi, Selasa (18/7).

Melihat Redho tidak bernyawa, Waliyin dan RD langsung panik. Keduanya kemudian bersepakat dan memutuskan untuk menghilangkan jejak peristiwa di malam kejadian itu.

Tujuannya agar tidak bisa dideteksi sekaligus menyulitkan polisi dan diketahui orang lain. (jpg/*)

  • Bagikan