Mengenal Penyebab dan Tanda Bahaya Bayi Kuning

  • Bagikan

Oleh: dr. Valensa Yosephi (Program Studi Magister Imunologi Universitas Airlangga, Penerima Beasiswa LPDP)

SETELAH mengandung dan menunggu selama sembilan bulan, kelahiran sang buah hati tentu menjadi momen yang paling ditunggu-tunggu orang tua. Momen kebahagiaan ini seringkali diikuti dengan rasa cemas mengenai kesehatan sang buah hati. Menjadi orang tua dan memastikan kesehatan buah hati bukanlah hal yang mudah. Bayi yang baru lahir rentan untuk mengalami sakit karena sistem kekebalan tubuh (imunitas) bayi yang masih berkembang. Salah satu keluhan yang paling sering dialami oleh orang tua adalah kulit bayi yang tiba-tiba kuning.

Dok, Tolong Bayi Saya Kok Kulitnya Kuning?

Bayi kuning, atau dalam bahasa kedokteran “jaundice” atau “ikterus neonatorum” adalah pewarnaan kuning yang terlihat pada kulit, mukosa, dan sklera (bagian putih bola mata) bayi akibat penumpukan zat yang bernama bilirubin. Untuk selanjutnya, kondisi “kuning” ini akan saya sebut sebagai “ikterus atau ikterik”. Kondisi ikterik biasanya muncul dari bagian kepala, kemudian ke arah dada, perut, hingga tangan dan kaki.

Kuning pada bayi ini cukup umum terjadi, yaitu sekitar 50% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi prematur pada minggu pertama hidupnya. Ikterus juga merupakan penyebab paling umum bayi baru lahir dibawa kembali ke rumah sakit (RS). Warna kuning biasanya muncul dua hingga empat hari setelah lahir dan hilang satu sampai dua minggu kemudian. Tanda utama yang terlihat tentunya adalah pewarnaan kuning pada kulit dan bagian putih mata.

Bagaimana untuk Memeriksa Bayi Saya Kuning atau Tidak?

Untuk memeriksanya, bawa bayi pada kondisi penerangan yang cukup, tekan secara lembut pada dahi atau hidung bayi. Jika warna kulit tempat penekanan kuning, maka kemungkinan bayi memiliki ikterus ringan. Akan tetapi, bila kulit terlihat sedikit lebih terang dari warna kulit normal maka hal ini adalah normal.
Warna kuning pada bayi terjadi karena penumpukan zat yang bernama bilirubin. Zat ini merupakan hasil pemecahan sel darah merah. Sel darah merah yang dipecah akan menghasilkan hemoglobin yang diubah menjadi suatu zat bernama bilirubin. Bilirubin dapat diukur kadarnya dalam darah dan kadar bilirubin serum total >5mg/dL disebut hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia dapat bersifat normal (fisiologis) atau tidak normal (patologis). Namun umumnya bersifat normal dan hanya 10% berpotensi patologis.

Sebenarnya Apa yang Menyebabkan Kulit Bayi Kuning?

Penyebab fisiologis atau normal pada bayi kuning salah satunya adalah ASI. Terdapat dua jenis, yaitu karena pemberian ASI yang kurang (suboptimal intake/breastfeeding jaundice) dan pemberian ASI yang berlebih (breast milk jaundice). Perbedaannya adalah bayi kuning karena pemberian ASI yang kurang biasanya terjadi pada minggu pertama kehidupan. Saat itu bayi mungkin tidak mendapat ASI yang cukup sehingga bilirubin yang seharusnya dibuang melalui usus, banyak yang diserap kembali. Pemberian ASI perlu diteruskan.

Di sisi lain, kuning karena ASI berlebih/breastfeeding jaundice terjadi pada minggu kedua atau lebih dan dapat berlangsung beberapa minggu. Adanya zat dalam ASI disinyalir dapat menghambat kemampuan hati bayi memproses bilirubin. Pemberian ASI dapat dihentikan sementara untuk menegakkan diagnosis.

Orang tua perlu mencurigai beberapa penyebab bayi kuning patologis atau tidak normal, yaitu ketidakcocokan golongan darah antara ibu dan bayi, adanya penyakit bawaan bayi, atau penyakit metabolik. Pada kasus ketidakcocokan golongan darah antara ibu dan bayi, yang terjadi pada umumnya adalah perbedaan golongan darah rhesus antara ibu dan janin kehamilan kedua. Kasus ini dikenal dengan istilah medis “inkompatibilitas rhesus”. Ibu biasanya memiliki rhesus negatif yang mengandung janin dengan golongan rhesus positif. Bayi pertama biasanya terlahir normal. Tetapi, tubuh ibu akan membuat antibodi rhesus positif. Hal ini menyebabkan pada kehamilan yang kedua, antibodi ibu akan menyerang sel darah janin yang kedua.
Waspadai bayi kuning patologis bila warna kuning muncul pada saat lahir atau hari pertama kehidupan, bayi prematur, kuning menetap pada usia 2 minggu atau lebih, kenaikan kadar bilirubin cepat (>5mg/dL per hari) dan bilirubin direk >2mg/dL atau >20% bilirubin total dengan pemeriksaan laboratorium. Untuk lebih pasti, sebaiknya orang tua segera membawa anak ke dokter spesialis anak atau dokter umum untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan memastikan penyebab kuning pada bayi.

Setelah Diketahui Penyebab Ikterik pada Bayi, Apa yang Harus Dilakukan, Dok?

Terapi untuk hiperbilirbinemia pada bayi kuning adalah fototerapi. Cahaya dengan panjang gelombang berwarna biru-hijau merupakan jenis terbaik yang dapat mengubah bilirubin menjadi isomernya yang dapat larut dalam air dan dibuang melalui urin. Cahaya matahari juga mengandung gelombang dengan spektrum hijau-biru. Orang tua dapat menjemur bayi untuk bayi kuning dengan penyebab fisiologis. Buka pakaian bayi, letakkan bayi di depan jendela dimana sinar matahari masuk selama 20-30 menit 2 kali sehari. Jangan lupa untuk melindungi mata bayi.
Untuk bayi kuning karena berkurangnya asupan ASI (biasa timbul pada hari ke-2 atau ke-3, tetap lanjutkan pemberian ASI yaitu minimal 8-10 kali dalam 24 jam. Penambahan susu formula juga dapat membantu berkurangnya kuning, namun sebaiknya didiskusikan dahulu dengan dokter anak.

Hiperbilirubinemia yang terlalu tinggi juga dapat mengakibatkan komplikasi kernicterus, yaitu penumpukan bilirubin di otak. Akibatnya adalah kerusakan otak bayi. Oleh karena itu, perhatikan benar-benar tanda bahaya bayi yang memerlukan perawatan lanjutan di RS, yaitu kuning muncul <24 jam pertama, bayi tidak mau minum ASI dan lesu atau bayi menjadi sangat rewel, adanya demam, dan kuning yang tidak menghilang lebih dari dua minggu.

Referensi:
Horn D, Ehret D, Suresh G, Soll R. Sunlight for the prevention and treatment of hyperbilirubinemia in term and late preterm neonates. Cochrane Database Syst Rev. 2019 Mar 1;2019(3):CD013277
Anthony Kwaku Akobeng, M.D., Neonatal Jaundice. Am Fam Physician. 2005; 71 (5):947 – 948
Rulina Suradi dan Debby Letupeirissa. Buku Bedah ASI IDAI. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-ikterus

  • Bagikan