Jokowi Tidak Segera Terbitkan Kepres Perpanjang Masa Jabatan KPK, Ini Alasannya

  • Bagikan
Presiden RI Joko Widodo.

JAKARTA, RADARSULBAR.CO.ID – Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut belum segera menerbitkan Keputusan Presiden (Kepres) terkait perpanjang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Adapun masa jabatan pimpinan KPK diputuskan menjadi lima tahun oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan bernomor 112/PUU-XX/2022 tentang perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md menjelaskan alasan Jokowi belum terbitkan Kepres masa jabatan pimpinan KPK.

Mahfud mengatakan, masa jabatan pimpinan KPK akan habis pada Desember 2023 nanti. Berarti masih ada waktu beberapa bulan lagi.

“Tidak bakal segera, kan itu habisnya nanti masih 19 Desember 2023,” kata Mahfud di Istana Merdeka, Jumat 9 Juni 2023.

Mahfud mengatakan, pemerintah sebenarnya juga tidak sepakat dengan putusan MK yang memperpanjang masa jabatan pimpina KPK menjadi 5 tahun.

Namun karena putusan MK itu bersifat final dan mengikat, maka pemerintah harus mengikuti putusan itu.

“Yang lebih prinsip di atas kekurangsepakatan itu adalah pemerintah harus tunduk pada ketentuan konstitusi bahwa keputusan MK itu final danmengikat,” kata Mahfud.

Mahfud mengatakan, salah satu bentuk keterikatannya pemerintah dengan putusan MK adalah dengan dibatalkannya pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) untuk pemilihan ketua KPK yang baru pada tahun ini.

“Pemerintah tidak membentuk pansel karena pemerintah terikat terhadap putusan MK, meskipun di dalam diskusi-diskusi kita tidak semuanya setuju terhadap putusan MK,” ujar Mahfud.

MK Putuskan Masa Jabatan Pimpinan KPK jadi 5 Tahun.

Diberitakan sebelumnya, Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan bahwa masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang semula empat tahun dianggap tidak sesuai dengan konstitusi, dan mengubahnya menjadi lima tahun.

Keputusan ini diumumkan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman, dalam sidang pengucapan ketetapan dan putusan yang disiarkan melalui kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI pada Kamis 25 Mei 2023.

Anwar Usman menyatakan bahwa Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyebutkan bahwa “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama empat tahun”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian, pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat secara sah.

“Sepanjang tidak dimaknai, ‘Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan,” ujar Anwar Usman, dilansir dari Antara, Kamis 25 Mei 2023.

Dalam penjelasan pertimbangannya, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyatakan bahwa masa jabatan empat tahun bagi pimpinan KPK tidak hanya bersifat diskriminatif, tetapi juga tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya, seperti Komnas HAM.

Guntur Hamzah menunjukkan bahwa masa jabatan pimpinan Komnas HAM adalah lima tahun. Oleh karena itu, akan lebih adil jika pimpinan KPK juga menjabat selama lima tahun.

“Penetapan masa jabatan pimpinan KPK selama lima tahun akan lebih bermanfaat dan efisien jika disesuaikan dengan komisi independen lainnya,” kata Guntur Hamzah.

Selain itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan bahwa masa jabatan empat tahun memungkinkan presiden dan DPR yang sama untuk melakukan penilaian terhadap KPK dua kali terhadap KPK tersebut dapat mengancam independensi KPK.

Karenanya, Arief melanjutkan, memberikan kewenangan kepada presiden maupun DPR untuk melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak dua kali dalam masa jabatannya dapat menimbulkan beban psikologis dan konflik kepentingan terhadap pimpinan KPK yang ingin mendaftar dalam seleksi calon pimpinan KPK selanjutnya.

Mahkamah Konstitusi menilai pentingnya keseragaman dalam ketentuan periode jabatan lembaga negara yang bersifat independen, yaitu lima tahun. Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, menggugat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, terutama Pasal 29e dan Pasal 34, dengan mengacu pada Pasal 28D ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor 112/PUU-XX/2022. (fin)

  • Bagikan

Exit mobile version