Preman Insaf

  • Bagikan

Oleh: M Danial

SATU-PERSATU jamaah beranjak usai salat berjamaah. Hanya seorang jamaah yang tetap di ujung saf di pojok ruangan masjid. Masih fokus berzikir. Terlihat sangat khusyuk.

Pria separuh baya itu merupakan salah seorang jamaah masjid Nurul Hadiah Mapilli, Kabupaten Polewali Mandar. Lebih dari itu. Hampir separuh waktunya setiap hari dihabiskan di masjid.

Sepintas tidak beda dengan jamaah lain. Namun tidak banyak yang mengetahui bahwa pria itu sebelumnya seorang preman. Bertahun-tahun hidupnya jauh dari agama, apalagi masjid. 

Jamaah itu bernama Arham (40), warga Lampa Toa, Mapilli. Ia mengatakan hampir semua perbuatan yang melanggar ajaran agama dan hukum pernah dilakukan.

“Kalau dibilang perbuatan buruk, melanggar agama, melanggar hukum, sudah biasa bagi saya. Semua pernah (saya lakukan),” begitu pengakuan polos Arham.

Lantaran perbuatannya kerap meresahkan orang banyak, ayah tiga anak itu terbiasa berurusan dengan polisi. Tapi tidak membuatnya jera.

Kebiasaan ayah tiga anak itu berangsur berubah setelah selalu datang ke masjid. Salat berjamaah dan berzkir.

“Saya sangat bersyukur bisa bergabung di sini. Berangsur berhenti (dari kebiasaan) setelah setahun selalu ikut salat berjamaah, berzikir setiap selesai salat,'” ungkapnya.

Arham sendiri heran bisa berhenti total dari kebiasaan bertahun-tahun sebagai preman.

“Yang namanya sabu-sabu saya bisa tinggalkan, tidak ada gunanya. Bikin habis-habis uang saja,” tegasnya. “Pakai HP pun saya tinggalkan,” tambahnya.

Ia menceritakan secuil perjalanan hidupnya sebagai preman. Perkelahian, judi sabung ayam, sampai jual sabu. Selain itu, diundang orang yang bersengketa soal tanah untuk “menghalau” lawannya.

“Hanya makan babi tidak pernah,” imbuhnya.

Kronologinya menjadi jamaah dan pengikut Tarekat Qadariah Naqsabandiah (TQN) di Masjid Nurul Hadiah.

Berawal dari sering melihat jamaah ramai setiap melintas di jalan depan masjid yang tidak jauh dari Jembatan Mapilli tersebut.

Arham bertanya-tanya dalam hati. Sampai warga sekampungnya mengajak datang ke masjid.

Setelah bergabung menjadi jamaah, ia mulai
belajar zikir dan melaksanakan amalan yang diajarkan Ustaz Adam Jefri.

Ia berangsur makin merasakan ketenangan dan
terdorong selalu ke masjid. Akhirnya betah lebih lama di masjid. Bahkan merasa ketagihan kalau tidak ikut salat berjamaah. 

“Saya sangat bersyukur kebiasaan bertahun-tahun sebagai manusia liar, sudah saya lupakan semua,” tukasnya.

Diakui, awalnya merasa kesulitan mengikuti aktifitas berjamaah. Namun karena sudah bertekad untuk berubah, akhirnya bisa melakukan penyesuaian.

“Setiap merasa agak berat, saya langsung wudhu. Di situ saya merenung, menyesali perbuatan bertahun-tahun. Akhirnya saya bisa melupakan semua. Saya menyadari hidup ini hanya sementara,” ungkapnya.

“Sekarang kalau ada yang bawakan barang (sabu), saya sudah muak melihat. Orang bilang kita tidak tahan, buktinya saya tidak terpengaruh sedikitpun,” cerita Arham, menjauhi sabu dan semacamnya.

Ustaz Adam Jefri bersyukur beberapa yang pernah hidup sebagai preman, bisa berubah menjadi jamaah yang taat beribadah. Kebiasaannya berubah menjadi preman insaf dengan pendekatan zikir.

Adam mengaku tidak punya kiat khusus membina jamaahnya. Pun kepada yang kini menjadi preman insaf.

“Tidak ada (kiat khusus). Kita perlakukan sama semua jamaah lain, membiasakan berzikir. Insya Allah petunjuk Tuhan akan hadir.” (*)

  • Bagikan

Exit mobile version