Buka Baru

  • Bagikan

Oleh: M Danial

PAKAIAN bekas impor menjadi perbincangan beberapa hari terakhir. Bukan lantaran lebaran tidak lama lagi. Melainkan soal kebijakan pemerintah mengenai larangan impor pakaian bekas.

Pakaian bekas impor menjadi tren mulai pertengahan 1990-an. Pakaian bekas tapi layak pakai. Hanya kondisinya yang terlihat kurang bagus karena ditumpuk dalam karung. Pun saat dijajakan.

Populer dengan nama Cakar. Akronim dari kata cap karung. Dinamai begitu karena ditumpuk dalam karung. Pun saat dijajakan di pasar. Para pemburu Cakar leluasa membongkar sendiri untuk memilih sesuai seleranya.

Sebutan Cakar dikenal di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Tidak jelas siapa yang pertama memberi nama Cakar. Yang pasti sebutannya berbeda-beda di berbagai daerah di Indonesia.Yang jamak diketahui, barang tersebut berasal dari luar negeri seperti Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok. Cakar yang ukurannya besar dan tidak cocok dengan kebanyakan bodi Indonesia diketahui berasal dari Eropa.

Cakar menjadi salah satu pilihan masyatakat untuk kebutuhan pakaian. Tidak sedikit yang menjadikan untuk kelengkapan pelengkap kebutuhan bergaya. Maklum Cakar terdiri merek pakaian impor ternama dan diyakini kualitasnya. Namun harganya sulit dijangkau kebanyakan warga masyarakat untuk membeli yang baru.

Seiring waktu, peminat Cakar makin banyak. Bukan hanya masyarakat kelas ekonomi ke bawah. Tapi merambah kalangan menengah ke atas.Melihat pemburu Cakar yang datang mengendarai mobil mengkilap sudah menjadi hal biasa. Mereka yang paham merek atau kualitas pakaian tidak mau ketinggalan membeli pakaian bermerek dan kondisinya masih bagus, tapi harganya murah.

Mendapatkan pakaian bekas tapi bagus dengan harga murah, menjadi alasan para penggemar mendatangi penjual cakar.  Selain itu, berburu cakar yang sesuai selera memiliki kesan tersendiri karena membutuhkan seni saat berjibaku dengan tumpukan pakaian bekas itu di lapak-lapak di lapak-lapak penjualan cakar.

Bagi mereka udara panas, berdebu dan aroma yang menusuk hidung tidak menjadi masalah. Mereka tetap bersemangat, yang penting “ketemu” keinginan mendapat pakaian bermerek terkenal, masih bagus, tapi harganya murah. Susah payah yang harus dijalani akan seketika hilang saat berhasil mendapatkan cakar merek terkenal dengan harga murah.”Kita memang harus sabar mencari dan mencari. Susah payah akan langsung hilang kalau ketemu barang yang kita cari. Yang kualitasnya bagus tapi harganya murah,” jelas Wawan, salah seorang penggemar Cakar di Pasar Pekkabata, Polewali Mandar.

Wawan merupakan salah satu pengunjung tetap penjualan Cakar. Kadang sekedar untuk melihat barang baru atau membelikan pesanan temannya yang tidak banyak tahu soal Cakar.

Menghadapi Lebaran seperti sekarang, pasar Cakar akan semakin ramai. Seperti tahun-tahun sebelumnya, masyarakat kelas ekonomi ke bawah menjadikan Cakar sebagai solusi pemenuhan kebutuhan keluarga merayakan lebaran. Mengenakan Cakar yang baru dibeli, tetap disebut baru.

Para pedagang Cakar pun mempromosikan jualannya dengan istilah “buka baru”. Istilah tersebut sangat dipahami para penggemar Cakar: barang yang masih dalam karung tersegel baru akan dibuka. (*)

  • Bagikan