MAMUJU, RADARSULBAR.CO.ID – Tiga tahun menjadi proyek mangkrak, kini mencuat wacana bahwa pembangunan Landscape Manakarra Tower bakal dilanjutkan untuk dijadikan Perpustakaan Daerah Mamuju.
Rencana yang muncul menjelang momentum elektoral Pemilu 2024 itu, disebut-sebut berkaitan dengan instruksi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 212 Tahun 2022, tentang anggaran pendidikan dan kesehatan.
Bahwa proyek Manakarra Tower sebelumnya direncanakan akan dibangun dalam tiga tahun anggaran dengan sistem multi years atau kontrak jamak.
Saat mangkrak, sudah menelan APBD Mamuju belasan miliar dengan dua tahap penganggaran. Tahap pertama tahun 2019 sebesar Rp 3,390 miliar. Dikerjakan oleh PT Citra Persada Tunggal. Selanjutnya pada tahap kedua tahun 2020, dikerjakan PT Passokorang dengan anggaran Rp 21,3 miliar. Namun separuh dari anggaran tersebut direfokusing dan yang tersisa hanya sekira Rp 11 miliar.
Setelah itu tak pernah lagi dianggarkan dengan alasan keterbatasan APBD Mamuju. Meski demikian, Pemkab Mamuju mendorong proyek Balai Kota Mamuju dengan anggaran yang direncanakan sekira Rp 70 miliar.
“Pemkab Mamuju rencananya akan membangun landscape tersebut menjadi perpustakaan daerah. Anggarannya Rp 13 miliar. Insya Allah akan dikerjakan tahun ini,” kata Sutinah, saat dikonfirmasi, Kamis 9 Maret.
Sutinah menyebutkan bahwa anggaran untuk sektor pendidikan dialihkan pada pembangunan perpustakaan tersebut.
Ketua Komisi I DPRD Mamuju, Sugianto, mengaku kaget mendengar rencana tersebut. Ia memastikan alokasi APBD Mamuju sebesar 13 miliar untuk lanjutan pembangunan Manakarra Tower yang akan diubah menjadi perpustakaan daerah itu, tidak pernah muncul dalam pembahasan di Badan Anggaran (Banggar) pada pembahasan Rancangan APBD 2023.
“Kecuali kalau ini muncul pada pembahasan di komisi, ya saya tidak ketahui. Namun terlepas dari itu, rencana bupati tersebut perlu kajian serius dan mendalam,” papar Sugianto.
Kajian yang dimaksud Sugianto, salah satunya adalah soal konstruksi bangunan. Apakah akan dirobohkan tower yang sudah berdiri atau akan dilanjutkan. “Ini harus dijelaskan kepada publik, paling tidak melalui DPRD,” tambahnya.
Hal lain yang semestinya diperhitungkan adalah, kondisi APBD Mamuju yang tidak mementu. Sebut saja Dana Alokasi Umum (DAU) yang pada awalnya diperkirakan mencapai 50 miliar. “Belakangan saya dengan cuma sekira Rp 30 miliar,” sambung mantan Ketua DPRD Mamuju, itu.
Kondisi tersebut akan lebih membutuhkan pencermatan, jika dihadapkan pada kebijakan pemerintah pusat memalalui Kemenkeu yang mengamanahkan lima bidang yang harus dipenuhi.
“Pendidikan, kesehatan, stimulan kelurahan, infrastruktur jalan dan jembatan dan pemerintah derah harus memastikan penyediaan gaji atau insentif PPPK dan belajar pegawai secara umum. Yang tidak bisa ditunda dan diabaikan,” tegas legislator, lima periode itu.
Pertimbangan berikutnya, soal infrastruktur jalan dalam kota. Menurut pengamatan sederhana Sugianto, 80 persen ruas jalan dalam kota Mamuju tidak menggambarkan jalan kota.
Ada kubangan, kadang-kadang ditanami pisang warga. Belum lagi peghubung antara desa atau desa ke kecamatan, misal ke Desa Batupannu, ke Tamasapi, Takaurangan, Manalisse, Tamakula’ hingga Dusun Lempo Desa Tadui.
“Ini kita baru bicara infastruktur dalam wilayah Kecamatan Mamuju. Menurut saya itu jauh lebih mendesak. Kemudian perlu juga kita bertanya kepada bupati Mamuju (Sutinah, red). Manakah yang perlu didahulukan melanjutkan pembangunan Manakarra Tower atau membenahi persawahan warga di Sampaga Kecamatan kalukku yang rusak akibat banjir bandang,” tandas politisi Partai Golkar, itu. (rzk/jsm)