MAMUJU, RADARSULBAR.CO.ID – Ancaman inflasi terus menghantui. Olehnya, dibutuhkan keterlibatan seluruh stakeholder agar angka inflasi dapat ditekan.
Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia (BI) Sulbar melakukan beragam cara untuk tetap menstabilkan harga kebutuhan pokok. Salah satunya, pelibatan ulama dalam menekan angka inflasi.
Para ulama diyakini mampu ikut berperan dalam menstabilkan harga kebutuhan pokok di tengah masyarakat, utamanya selama bulan Ramadan. Peran yang dimaksud adalah dengan menyampaikan syiar agama untuk mengajak masyarakat tidak bersikap konsumtif secara berlebihan.
Ceramah para ulama yang membawa misi stabilisasi harga juga bisa ditujukan untuk para pedagang. Pencerahan dilakukan agar kenaikan harga yang kerap terjadi pada Ramadan dan jelang Idul Fitri tidak dilakukan secara sepihak untuk keuntungan semata.
Termasuk menyampaikan strategi stabilisasi harga bahan pokok yang telah dikaji Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang kemudian disampaikan lewat ceramah para ulama, sehingga masyarakat bisa dengan mudah memahami.
Deputi Kepala KPw BI Sulbar, Ahmad mengatakan, pelibatan para ulama untuk ikut berperan mengendalikan inflasi sangat penting dilakukan, apalagi menjelang bulan ramadan.
Sebab, tiga tahun terakhir, peningkatan inflasi selalu terjadi di setiap bulan Ramadan. Pada Ramadan di tahun 2020 inflasi mencapai 3,30 persen, sedangkan di bulan Ramadan 2021 inflasi mencapai 4,39 dan Ramadan 2022 mencapai 4,17 persen. Penyebabnya persoalan pasokan yang terbatas, sementara permintaan begitu tinggi.
“Kami ingin para da’i untuk mengajak masyarakat sadar terhadap inflasi, sehingga angka inflasi bisa terkendali. Apa yang bisa dilakukan adalah menyampaikan tausiah di forum-forum keagamaan agar masyarakat bisa belanja secara bijak,” kata Ahmad, saat kegiatan Training Of Trainers (TOT) Da’i Peduli Inflasi, di Grand Maleo Hotel and Convention Mamuju, Kamis 9 Maret.
Selain itu, kata dia, bagaimana mengajak masyarakat agar memanfaatkan lahan kosong untuk menanam berbagai kebutuhan pokok. Utamanya cabai merah dan bawang merah yang saat ini menjadi komoditi utama penyumbang inflasi.
Ia menambahkan, persoalan inflasi telah menjadi isu nasional dan menjadi perhatian Presiden RI Joko Widodo. “Presiden selalu menekankan perlu adanya inovasi. Bahkan Mendagri setiap sepekan sekali menggelar rapat koordinasi dari seluruh Indonesia,” jelasnya.
Sekprov Sulbar Muhammad Idris menuturkan, Sulbar menjadi salah satu provinsi masuk peringkat enam pengendalian inflasi di Indonesia. Namun, hal tersebut belum bisa dijadikan acuan bahwa Sulbar berhasil mengendalikan inflasi. Masih perlu berbagai inovasi pengendalian agar Sulbar benar-benar terlepas dari persoalan tersebut.
“Komoditas penyumbang inflasi di Sulbar sebetulnya tidak masuk di akal. Misal ikan cakalang, ikan layang dan segala macam cabai dan pangan lainnya. Jadi semacam paradoks. Apa yang menjadi komitmen adalah bahwa daerah kita harus dijaga betul,” tutur ketua TPID Sulbar, itu.
Idris menyebutkan, selain ikut berperan dalam menekan inflasi, peran ulama juga dibutuhkan pada isu-isu yang saat ini menjadi persoalan utama. Seperti stunting, pernikahan dini, anak putus sekolah dan kemiskinan ekstrem.
“Saya mohon dukungan juga mengikutkan ulama kita untuk diikutkan pada isu-isu yang menjerat daerah. Sebab para Da’i juga sebagai bagian dari pengurai permasalahan umat,” terangnya.
Ia pun mengucapkan terima kasih kepada para ulama yang sudah meluangkan waktu ikut terlibat dalam menangani inflasi. “Ada kecenderungan kalau Ramadan semakin gila-gilaan konsumsinya. Mari kita komandoi untuk menjadikan daerah ini sebagai daerah yang bisa mengukur setiap permasalahan yang terjadi,” bebernya.
Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulbar, KH Muh Sahlan menuturkan, kegiatan yang digelar BI Sulbar dengan menggandeng MUI Sulbar tentu membawa dampak positif.
“Tentu masalah inflasi sangat penting bagi kehidupan masyarakat kita. Apalagi dari sisi ekonomi sangat luar biasa sekali. Sehingga BI hadir untuk memberikan pemahaman apa sebenarnya itu inflasi,” jelas Sahlan.
Tak dipungkiri, kata dia, setiap masuk Ramadan harga-harga kebutuhan pojok melonjak. Untuk itu harga-harga perlu distabilkan. (ajs/dir)