SAMPAH menjadi salah satu permasalahan yang sangat mendasar untuk kota yang masuk dalam kategori berkembang dan maju.
Oleh: Nurdiyah Sofyan (Dosen FST UT Majene)
Kota-kota yang baru berkembang seperti Majene, Mamuju dan Polewali Mandar (Polman) akan sangat sulit mengatasi persoalan sampah. Kalau dari hulu proses pengelolaan tidak dilakukan dengan benar, maka sampah-sampah yang menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) hanya akan jadi permasalahan baru bagi kota/kabupaten, kalau hilirisasi sampah tidak dilakukan.
Pengelolaan dan pengolahan sampah yang baik akan sangat menunjang dalam mengurai permasalahan sampah di setiap daerah. Berdasarkan data yang diperoleh, diprediksi bahwa jumlah timbunan sampah Polman mencapai 69.865,96 ton/tahun.
Kalau jumlah sampah ini belum mampu kita urai, apakah menjadi bahan setengah jadi atau produk yang bisa memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat setempat. Maka permasalahan di TPA akan selalu menjadi persoalan yang terus berulang ulang bagi Pemda setempat, dan tentunya wilayah pengembangan TPA juga akan terbatas seperti penambahan luas areal penampungan sampah.
Konsep pengembangan pengolahan yang berkelanjutan harus menjadi solusi alternatif dalam mengatasi permasalahan sampah di daerah. Persoalan sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah daerah, tapi sudah harus menjadi permasalah semua sektor.
Olehnya itu, perlu didukung dengan sebuah regulasi tentang tata cara pengelolaan sampah pasar, industri dan rumah tangga. Perlu solusi pengolahan sampah yang ramah lingkungan. Hal ini dapat dilakukan masyarakat setempat bahkan bisa menghasilkan produk yang bernilai ekonomi.
Salah satu sampah yang bisa dikelola secara mandiri adalah kategori sampah organik, sampah pasar, sampah rumah tangga dan rumah makan. Apabila dikelola di hilir atau di setiap TPA, justru akan menjadi berkah bagi masyarakat. Seperti pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos, menggunakan pengurai bakteri lainnya untuk mempercepat proses dekomposisi sampah organik menjadi pupuk yang kaya akan unsur hara makro, atau dengan metode biokonversi dengan menggunakan larva untuk mendegradasi sampah dengan cepat, tidak berbau dan menghasilkan kompos organik.
Pengelolaan sampah dengan model seperti ini sebenarnya bisa dilakukan di beberapa daerah seperti Majene, Mamuju dan Polman. Apalagi jika melihat suplai sampah di berbagai tempat di daerah ini yang kian terus bertambah.
Sebagai kota/kabupaten yang tingkat pertumbuhan penduduknya terus bertambah, maka penanganan sampah di hilir bisa menambah nilai tambah bagi masyarakat. Diharapkan akan mendorong partisipasi masyarakat untuk ikut mengambil bagian pengelolaan dan pengolahan sampah yang benar, sebab sampah justru bisa menjadi bisnis baru yang cukup menjanjikan bagi masyarakat.
Sampah anorganik juga dapat dikelola menjadi cendramata mewah dan menarik yang bisa dipasarkan dan menjadi buah tangan yang dapat dikelola secara komersil. Sampah plastik yang berasal dari botol-botol minuman, kaleng bekas ataupun plastik dapat diolah menjadi produk menawan di tangan para ibu atau wanita kreatif yang tentunya juga akan memberi nilai ekonomi yang cukup besar bagi sang produsen.
Hal tersebut di atas bisa menjadi tawaran solusi atas permasalahan sampah yang saat ini menjadi polemik yang kadang menjadi kegelisahan masyarakat, terlebih disaat hujan melanda.
Semoga tawaran solusi ini dapat menghadirkan Sulbar yang malaqbi dan aman dari sampah. Menghadirkan kota yang nyaman dan asri dan semakin membuatnya tampil cantik karena panorama alam dan penduduknya yang ramah. Wallahu a’lam bissawab. (***)