MAMUJU, RADAR SULBAR – Politik itu dinamis, cair, bahkan bisa hadir dalam menit-menit akhir.
Melihat performa media sosial calon kuat gubernur di Sulbar berdasarkan jumlah pengikut followers di media sosial Instagram. Instagram menjadi salah satu media sosial paling diminati segmen usia 18 tahun ke atas.
Sulbar dengan jumlah pemilih berdasarkan pemuktahiran data pemilih berkelanjutan sebesar 958.809 jiwa (KPU Sulbar 2022) lebih 50 persen tepatnya 666.400 pemilih anak muda (millenial/gen z) dengan sebaran usia 18-35 serta didominasi laki-laki 56,2 persen sedangkan perempuan 43,8 persen (SUN, 2023).
Hampir semua figur dan calon kuat Gubernur Sulbar berada pada tingkat populer. Namun, belum berkorelasi dengan tingkat kesukaan dan penerimaan melalui interaksi engagement masyarakat khususnya anak muda millenial.
Engagement secara sederhana berarti komunikasi dua arah, yang menurut pakar komunikasi Wilbur Schramm (1954) adalah komunikasi interaksional.
Figur harus memainkan peran komunikasi umpan balik (feedback) dari pemilih pemula melalui pesan atau konten tertentu.
Bahkan Jason Falls (2012) mengunci komunikasi interaksional adalah feedback.
Calon figur di Sulbar yang memiliki followers terbanyak saat ini, yakni Ali Baal Masdar (ABM) sebanyak 2.9 ribu, Suhardi Duka (SDK) 10.5 ribu.
Sementara, Hendra Singkarru 2.4 ribu, Andi Ibrahim Masdar (AIM) 2.5 ribu, Prof Husain Syam (PHS) sebanyak 2.1 ribu.
Selanjutnya, KH Syibli Sahabuddin 6 followers, Aras Tammauni 543 followers, Agus Ambo Djiwa 1.0 ribu, dan Salim Mengga 80 followers.
Akademisi dan Pemerhati dari Pusat Kajian Studi Audiens, Dr Muhammad Asdar melihat jumlah penerimaan dan kesukaan masyarakat terhadap jumlah pengikut followers dan interaksi engagement rate berbeda antara satu figur dengan lainnya.
“Dalam grafis, banyaknya followers tidak sebanding dengan engagement rate setiap figur”. jelas Asdar
Lebih lanjut Asdar menjelaskan bahwa ukuran banyaknya followers seorang figur belum berbanding lurus dengan engagement rate atau tingkat kesukaan seseorang melalui interaksi dengan figur yang diikuti/disuka.
“Semua figur memiliki loyalis, tetapi untuk mengukur secara makro (Sulbar) maka calon/figur tidak efektif bekerja sendiri one man show, namun harus memiliki tim kreatif handal untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas melalui medsos,” ucapnya.
Pendekatan kerja-kerja politik semua calon dan figur potensial terhadap audiensi/masyarakat selayaknya sedini mungkin untuk menutupi celah kekurangan potensi memenangi Pilgub 2024 mendatang.
Platform digital melalui medsos dan membuka peluang followers untuk melakukan interaksi melalui proses engagement rate.
“Kolaborasi kampanye model klasik namun perkuat semua flatfom digital media,” kunci Dr Muhammad Asdar. (rls/*)