MAMUJU, RADAR SULBAR – Angka pravelensi stunting terbaru berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) nyaris menempatkan Sulbar pada posisi tertinggi di Indonesia.
Hal itu terjadi, lantaran kenaikan kasus stunting di provinsi ke-33 Indonesia ini malahan meningkat. Padahal beberapa waktu terakhir, kampanye untuk penurunan angka stunting terus bergema.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Sulbar, Nuryamin mengatakan, berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) terbaru, angka stunting di Sulbar naik dari 33,8 persen menjadi 35.00 persen.
“Memang naik (angka stunting), tapi tetap Sulbar di peringkat kedua setelah NTT. Sebelumnya 33,8 persen menjadi 35.00 persen,” kata Nuryamin kepada Radar Sulbar, Senin 23 Januari.
Nutryamin tidak menampik jika penanganan stunting di Sulbar dianggap belum maksimal. Masih dibutuhkan peran serta seluruh pihak untuk melakukan langkah bersama penanganan stunting.
“Penanganan stunting di Sulbar dianggap belum maksimal, sehingga kita bersama pimpinan vertikal berusaha mendorong Pemda untuk melakukan penguatan intervensi program yang tepat sasaran,” kata Nuryamin.
Bahkan, lanjutnya, mesti ada pelibatan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI dan kepolisian agar intervensi program bisa lebih terukur dan tepat sasaran. “Kita berharap intervensi program ke depan dapat lebih tajam lagi dan tepat sasaran,” jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulbar, drg Asran Masdy tak sependapat jika angka stunting di Sulbar meningkat. Alasannya, kata dia, berdasarkan Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM) tahun 2022 sebanyak 28,29 persen.
“Kalau SSGI itu survei yang disampel dari daerah-daerah tertentu, tergantung yang melakukan survei. Sedangkan E-PPGBM adalah jumlah kasus yang dilaporkan seluruh Puskesmas di Indonesia lewat aplikasi dan langsung ke Kementerian Kesehatan. Sehingga kurang tepat kalau dikatakan stunting Sulbar meningkat dan kurang bijak kalau kita menilai kita kurang berhasil menangani stunting,” jelasnya.
drg Asran mengklaim bahwa data yang dikeluarkan oleh e-PPGBM lebih valid karena merupakan aplikasi pelaporan gizi seluruh puskesmas di Indonesia. “Kalau menurut saya, (e-PPGBM) lebih valid karena langsung dari puskesmas dan terakumulasi langsung di aplikasi e-PPGBM Kemenkes RI,” terangnya.
Sebelumnya, Pj Gubernur Sulbar, Akmal Malik mengatakan, salah satu permasalahan terbesar di Sulbar adalah stunting. “Saya berharap BPK melakukan audit kinerja dalam penanganan stunting, tentunya dengan pemeriksaan spesifik agar stunting bisa tertangani. Marilah kita serius dalam penanganan stunting ini,” tegas Akmal. (ajs/dir)