JAKARTA, RADAR SULBAR – Pemerintah diminta tidak menaikkan biaya haji yang menjadi beban jamaah secara signifikan dan langsung.
Kenaikan diharapkan dilakukan secara bertahap sehingga tidak memengaruhi psikologis calon jamaah haji.
Anggota Komisi VIII DPR Luqman Hakim mengatakan, angka yang muncul saat ini adalah jamaah menanggung biaya haji sebesar Rp 69 juta.
Dengan asumsi sudah membayar uang muka Rp 25 juta, berarti saat pelunasan nanti, jamaah harus menyetor uang tunai sekitar Rp 44 juta.
“Ini masih usulan pemerintah. Nanti akan dibahas secara mendalam bersama Komisi VIII DPR,” ujar Luqman kemarin (20/1).
Dia memastikan panitia kerja (panja) ongkos haji dari DPR akan menghitung ulang secara detail usulan dari pemerintah tersebut.
Dia menambahkan, kenaikan biaya haji tahun ini memang tidak bisa dihindari.
“Menurut saya, kenaikan biaya haji tahun 2023 yang ditanggung jamaah tidak boleh melampaui angka Rp 55 juta,” ucapnya.
Dengan demikian, calon jamaah cukup menyediakan uang tunai sekitar Rp 30 juta saat pelunasan.
Menurut Luqman, nominal tersebut masih dalam batas psikologis kenaikan biaya haji yang ditanggung tiap jamaah.
Kemudian, ke depannya porsi biaya haji yang ditanggung jamaah secara bertahap terus dinaikkan. Sampai mencapai angka ideal 70 persen ditanggung jamaah dan 30 persen disubsidi dari hasil pengelolaan dana haji di Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Sementara yang muncul dalam usulan Menteri Agama Yaqut proporsi pembiayaan haji langsung di angka 70 persen jamaah dan 30 persen dari BPKH. Proporsi itu terlihat begitu jomplang dibandingkan pembiayaan haji 2022.
Pada musim haji tahun lalu, jamaah menanggung 40,57 persen dan porsi BPKH sebesar 59,46 persen. Tahun lalu jamaah membayar Rp 39 jutaan, sedangkan subsidi dari BPKH sebesar Rp 58,4 juta.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie menilai, keterbukaan usulan biaya haji tersebut merupakan preseden positif.
Sebab, masyarakat bisa ikut terlibat dalam memantau pembahasannya. Sampai nanti ditetapkan biaya final yang ditanggung jamaah bersama BPKH.
Tholabi mengatakan, proporsi tanggungan jamaah dan subsidi BPKH tahun lalu tidak bisa diterapkan tahun ini.
Tahun lalu subsidi BPKH sangat besar, melebihi 50 persen, karena ada kebijakan dadakan dari Arab Saudi. Yaitu, membebani jamaah dengan biaya layanan Masyair (Arafah, Muzdalifah, dan Mina) sebesar 5.656 riyal atau sekitar Rp 22,7 juta. Kebijakan itu dikeluarkan sepekan jelang pemberangkatan jamaah. (jpg)