JAKARTA, RADAR SULBAR – Sepanjang 2022, total nilai perdagangan ekspor Indonesia mencapai USD 268 miliar.
Sejumlah komoditas menunjukkan peningkatan kinerja sehingga pemerintah optimistis untuk mematok target yang lebih tinggi tahun ini.
Dalam rapat terbatas (ratas) yang membahas ekspor-impor dan investasi di Istana Merdeka kemarin (11/1).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memaparkan berbagai komoditas yang berkontribusi pada kenaikan nilai ekspor tahun 2022.
Di antaranya, besi-baja serta CPO (selengkapnya lihat grafis). “Ini menunjukkan bahwa ekspor Indonesia relatif kuat,” ujar Airlangga setelah ratas.
Pemerintah memproyeksikan, tahun ini ekspor akan tumbuh positif meski lebih melambat daripada tahun lalu. Proyeksinya, nilai ekspor naik 12,8 persen dan impor 14,9 persen.
“Pada 2022 ekspor kita tumbuh 29,4 persen dan impor tumbuh 25,37 persen,” ungkapnya.
Di forum ratas, Presiden Joko Widodo memberikan arahan agar pertumbuhan nilai ekspor yang positif diikuti dengan peningkatan cadangan devisa. Untuk itu, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam dapat diperbaiki.
Saat ini hanya pertambangan, perkebunan, dan perikanan yang diwajibkan masuk devisa.
“Kami akan masukkan juga beberapa sektor, termasuk sektor manufaktur,” kata Airlangga.
Diharapkan, peningkatan ekspor dan surplus neraca perdagangan juga sejalan dengan peningkatan cadangan devisa.
Saat ini tujuan ekspor masih banyak ke Tiongkok. Negeri Panda itu menjadi negara dengan pangsa pasar tertinggi. Perdagangan antarnegara anggota ASEAN juga masih cukup tinggi.
“Ini menjadi potensi untuk memperkuat pangsa pasar Indonesia di negara ASEAN dan berketetapan dengan Bapak Presiden memegang keketuaan ASEAN,’’ tutur Airlangga.
Selain nilai perdagangan ekspor yang meroket, target investasi tahun lalu melampaui target. Pada 2022 target investasi Rp 1.200 triliun. Tahun ini, Jokowi menargetkan investasi Indonesia tembus Rp 1.400 triliun. ’’Perlu ada beberapa regulasi yang disempurnakan, yaitu penyempurnaan peraturan pemerintah,’’ ucap Airlangga.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menambahkan, ada kendala dalam urusan investasi. Yaitu, mengenai rencana detail tata ruang (RDTR). Ada juga daerah yang belum memiliki rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (RKKPR). Selain itu, amdal menjadi hambatan dalam berinvestasi. ’’Ini yang kami akan lakukan dalam kurun waktu 3–4 bulan agar proses pengurusan izin lokasinya bisa segera dilakukan,’’ jelas Bahlil.
Bahlil menuturkan, pemerintah Indonesia optimistis bisa mencapai target nilai investasi tahun ini. Hal itu didasari kondisi ekonomi global maupun nasional dan dengan dukungan stabilitas ekonomi. ’’Satu saja catatannya. Ekonomi nasional kita di 2023 akan baik kalau stabilitas kita baik,’’ terangnya.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kewajiban penempatan devisa dari hasil ekspor (DHE) di dalam negeri harus diapresiasi. Sebab, rupiah butuh suntikan lebih banyak devisa yang disimpan di perbankan domestik.
“’Namun, sebaiknya kebijakan wajib penempatan DHE juga dibarengi kewajiban konversi valas ke rupiah. Di beberapa negara, penempatan DHE pun diperluas mencakup sektor industri pengolahan, jasa perdagangan, dan transaksi perusahaan digital,”’ papar Bhima.
Menurut dia, pemerintah mungkin sedang berada dalam tahap uji coba ke pelaku industri sumber daya alam (SDA) karena ada booming komoditas. ’’Tapi, tidak tertutup kemungkinan perluasan sektor wajib DHE dalam negeri bisa dilakukan. Imbasnya, rupiah bisa lebih menguat jika kebijakan ini diikuti oleh seluruh eksportir,’’ tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Benny Soetrisno menyatakan, untuk melakukan berbagai aktivitas perdagangan ekspor dan impor, pelaku usaha banyak membutuhkan cash flow USD. ’’Masalahnya, pasar (dolar, Red) di dalam negeri tidak besar. Sementara untuk impor bahan baku, biaya kirim, dan sebagainya, kita butuh dolar dalam jumlah besar. Nah, di sini itu tidak mudah. Persyaratan juga sulit,’’ ujarnya.
Pengusaha mendukung jika pemerintah ingin mendorong DHE untuk ditempatkan di Indonesia. Namun, Benny menegaskan, pengelolaan dan persyaratan harus optimal dan memudahkan pengusaha. ’’Bila perlu, benchmarking dari luar negeri. Jika diimplementasi dengan baik dan mampu menawarkan kelebihan, pasti pengusaha tertarik,’’ tandasnya.
Di sisi lain, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi memastikan diplomasi ekonomi terus diperkuat di tengah situasi dunia yang sulit. Salah satunya terlihat dari sejumlah kerja sama yang berhasil disepakati selama Indonesia menjalankan presidensi G20.
Secara bilateral, kata Retno, telah dihasilkan 140 proyek kerja sama dengan nilai USD 71 miliar atau lebih dari Rp 1.100 triliun. Kemudian, ada peningkatan akses pasar melalui percepatan finalisasi perjanjian perdagangan bilateral dengan Cile, Uni Emirat Arab, Korea Selatan, Jepang, dan Mauritius.
“Just Energy Transition Partnership juga telah disepakati senilai 20 miliar USD atau lebih dari Rp 312 triliun,” kata Retno saat Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri (PPTM) di Jakarta kemarin. (jpg)