MAJENE, RADARSULBAR — Anggota Komisi IX DPR-RI Ruskati Ali Baal melakukan kampanye pencegahan pernikahan usia anak dalam upaya menurunkan angka kasus stunting di Sulawesi Barat. Ruskati Ali Baal yang juga dikenal dengan panggilan Puang Bau ini menilai bahwa kampanye pencegahan pernikahan usia anak yang terbilang tinggi di Sulawesi Barat merupakan kegiatan strategis dalam program percepatan penurunan stunting.
“Di Sulawesi Barat ini sangat tinggi angka pernikahan usia anak. Tinggi sekali. Nomor satu di Indonesia. Masiri’ Tau. Karena apa? Itu karena mereka cepat menikah,” kata Ruskati dalam kegiatan Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana Bersama Mitra Kerja di Sulawesi Barat, tepatnya di Dusun Pande Pandeng, Desa Tammerodo Utara, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten Majene, Sabtu (12/11/2022),
Dalam Sosialisasi dan KIE Program Bangga Kencana itu Ruskati menjelaskan, penanganan stunting melalui pencegahan pernikahan usia anak harus dimulai dari hulu, sebagaimana upaya mencegah lebih mudah dibanding mengobati.
“Mencegah stunting, berarti yang kita perbaiki hulunya dulu. Bagaimana anak-anak kita dalam keluarga, makanannya harus bergizi, fisiknya harus sehat. Karena memang pemeliharaan harus dimulai sejak kecil, sejak dalam perut, dalam kandungan, namanya seribu hari pertama kehidupan,” ujar Ruskati.
Sementara itu, Penyuluh KB Ahli Utama BKKBN Pusat, Nofrijal, selaku Pembina Wilayah Sulawesi Barat menyampaikan hal-hal terkait stunting dan bahayanya bagi masa depan generasi bangsa.
“Definisi stunting itu adalah gagal tumbuh dan kembang bayi balita. Sampai umur berapa diukur? Yang paling utama sampai umur dua tahun diukur. Dan bahaya stunting ini menyerang tiga O. O satu adalah otot. O dua adalah otak. Dan O tiga adalah opportunity, kesempatan. Nah yang ketiga ini, bahayanya apa? Orang yang pernah stunting, terutama karena memang kondisi fisik dan otaknya, itu dia tidak mendapatkan kesempatan di hari dewasanya,” kata Nofrijal.
Nofrijal melanjutkan bahwa program Bangga Kencana diperlukan dalam pencegahan stunting, terutama dalam masa hamil dan persalinan dari seorang ibu hamil.
“Apa pantangannya ibu hamil dan bersalin. Kalau lah hamilnya itu 4T. Tahu bapak ibu 4T. Terlalu muda hamilnya. Terlalu tua hamilnya. Terlalu banyak hamilnya. Dan terlalu pendek atau rapat hamilnya. Maka diperlukan keluarga berencana. Makanya kemudian kenapa keluarga berencana ikut menentukan penurunan stunting,” lanjut Nofrijal.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Perwakilan BKKBN Sulawesi Barat, Nuryamin menyampaikan strategi yang dilakukan Sulawesi Barat dalam pencegahan pernikahan usia anak sebagai upaya penurunan stunting adalah dengan melakukan pendampingan remaja, calon pengantin, dan ibu hamil agar kebutuhan gizi tercukupi dan kehamilannya sehat.
“Remaja-remaja dilibatkan dalam program Genre, Generasi Berencana.
Ibu pasca persalinan juga didampingi dan dipastikan mendapat layanan KB agar tidak terjadi kehamilan yang terlalu dekat jaraknya. Keluarga yang memiliki anak di bawah dua tahun (baduta) juga diberikan pendampingan karena masa ini merupakan masa emas yang memerlukan perhatian khusus,” kata Nuryamin.
Stunting merupakan salah satu tantangan besar dalam upaya pembangunan sumber daya manusia guna mewujudkan generasi unggul berkualitas. Tidak main-main, selain mengakibatkan pertumbuhan fisik tidak optimal, stunting berdampak panjang pada kecerdasan dan imunitas anak. Anak yang menderita stunting cenderung tertinggal secara akademis, mudah sakit dan berisiko lebih tinggi mengidap penyakit degeneratif, seperti kanker, diabetes, dan obesitas.
Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021 menunjukkan terjadi penurunan angka prevalensi stunting dari 27,7 persen pada 2019 menjadi 24,4 persen pada 2021. Angka tersebut masih cukup tinggi mengingat WHO menetapkan standar angka stunting di sebuah negara setidaknya berada di bawah angka 20 persen. Dengan angka prevalensi stunting 24,4 persen, 6 juta dari 23 juta anak Indonesia masih mengalami gangguan tumbuh kembang akibat kekurangan gizi kronis, infeksi berulang dan kesalahan pola pengasuhan sehingga perkembangan fisik dan otaknya tidak sempurna.
Berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, angka prevalensi stunting Sulawesi Barat adalah 33,8 persen. Terdapat penurunan dari tahun 2019 dimana prevalensi balita stunting masih berada pada angka 40,38 persen. Sedangkan di Kabupaten Majene, menurut hasil SSGI 2021 tercatat prevalensi balita stunting sebesar 35,7 persen. (*)