JAKARTA, RADAR SULBAR – Enam anak buah Ferdy Sambo menjalani sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) kemarin 19 Oktober 2022.
Hendra Kurniawan merupakan terdakwa pertama yang duduk di kursi pesakitan. Dalam sidang itu, jaksa penuntut umum (JPU) membeberkan tindakan merintangi penyidikan atau obstruction of justice oleh Sambo dan enam anak buahnya. Termasuk detik-detik Sambo memerintahkan pemusnahan barang bukti.
Peristiwa itu berlangsung beberapa hari setelah Brigadir Yosua meninggal. Tepatnya sesudah Sambo memberikan perintah kepada Hendra untuk menyisir dan mengamankan rekaman closed circuit television (CCTV) di Kompleks Polri Duren Tiga. Yakni pada Sabtu, 9 Juli 2022. ”Tolong cek CCTV kompleks,” perintah Sambo kepada Hendra.
Perintah itu disampaikan setelah Sambo meminta pemeriksaan saksi-saksi oleh penyidik Polres Jaksel dilaksanakan di kantor Hendra.
Perintah tersebut lantas ditindaklanjuti Hendra dengan menghubungi Ari Cahya Nugraha yang sempat menangani CCTV dalam kasus penembakan di Kilometer 50 jalan tol Jakarta–Cikampek. Namun, Ari Cahya yang biasa dipanggil Acay tidak dapat dihubungi. Karena itu, Hendra meminta Agus Nurpatria Adi Purnama untuk menghubungi Acay. Setelah terhubung, mantan Karopaminal Divisi Propam Polri itu meminta Acay melakukan skrining CCTV di Kompleks Polri Duren Tiga.
Namun, Acay tidak bisa melaksanakan tugas itu. Sebab, dia tengah berada di Bali. Karena itu, dia mengutus anak buahnya, Irfan Widyanto, untuk melaksanakan perintah tersebut. Pada hari yang sama, Irfan datang ke Kompleks Polri Duren Tiga. Atas perintah Acay, Irfan berkoordinasi dengan Agus Nurpatria. Hasilnya, Irfan melaporkan bahwa ada 20 CCTV di kompleks tersebut. Informasi itu kemudian diteruskan kepada Hendra.
Atas laporan tersebut, Hendra kembali memberi arahan. ”Oke, jangan semuanya, yang penting saja,” ungkap jaksa menirukan arahan yang disampaikan Hendra kepada Agus Nurpatria. Arahan itu langsung dilaksanakan Agus Nurpatria. Dia meminta Irfan mengambil dan mengganti digital video recorder (DVR) CCTV di pintu masuk lapangan basket yang letaknya berseberangan dengan rumah dinas kepala Divisi Propam Polri.
Agus Nurpatria juga meminta Irfan mengambil dan mengganti DVR CCTV yang terpasang di depan rumah Ridwan Rhekynellson Soplangit. Namun, perintah itu tidak langsung dilaksanakan Irfan. Saat itulah Chuck Putranto menelepon Irfan. Serupa dengan Agus Nurpatria, Chuck meminta supaya Irfan mengambil dan mengganti DVR CCTV di Kompleks Polri Duren Tiga. DVR CCTV itu baru diganti setelah Irfan menghubungi Tjong Djiu Fung alias Afung.
Meski belum mendapat izin dari ketua RT setempat dan tidak diperbolehkan petugas keamanan (satpam) yang saat itu bertugas, Irfan tetap mengganti dua DVR CCTV yang berada di pos satpam Kompleks Polri Duren Tiga. Sambil menunggu penggantian DVR CCTV oleh Afung, Irfan mengambil DVR CCTV di rumah Soplangit. Dengan demikian, total ada tiga DVR CCTV yang dia serahkan kepada Chuck melalui Ariyanto.
Dalam dakwaannya, jaksa menyampaikan bahwa tindakan Irfan atas perintah Chuck, Agus Nurpatria, dan Hendra telah mengakibatkan terganggunya sistem elektronik pada CCTV di Kompleks Polri Duren Tiga. Selain itu, jaksa menilai Chuck telah menguasai tiga DVR CCTV tanpa surat tugas maupun berita acara penyitaan. Padahal, itu diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Besoknya (10/8) DVR CCTV itu diserahkan Chuck kepada penyidik Polres Metro Jaksel. Namun, DVR CCTV itu diminta kembali oleh Sambo saat bertemu dengan Chuck pada 11 Juli 2022. Sambo meminta Chuck mengopi rekaman CCTV tersebut dan melihatnya. ”Lakukan, jangan banyak tanya. Kalau ada apa-apa, saya tanggung jawab,” ungkap jaksa menirukan perintah Sambo kepada Chuck. Pada hari yang sama, DVR CCTV itu kembali ke tangan Chuck. (jpg)