DI salah satu vlog youtuber terkenal, sang youtuber berkisah tentang pengalaman seorang yang tiba-tiba menjadi miliader karena membeli rumah angker.
Oleh: Anfas (Direktur UT Majene)
Padahal, saat membeli rumah tersebut banyak kerabat dan kawan menganggapnya bodoh. Kenapa harus membeli rumah angker, jika pada akhirnya tidak nyaman untuk dihuni?
Namun, ia tidak mempedulikan cemoohan sekitarnya. Ia nekat membelinya, karena ia tahu bahwa setiap rumah yang dianggap angker pasti dijual dengan harga di bawah pasaran dan sangat murah.
Kemudian, orang tersebut ke bank. Rumah angker yang baru saja dibelinya, dijadikan sebagai anggunan. Singkat cerita, dapatlah ia pinjaman bank yang nilainya jauh lebih tinggi dari harga beli rumah tersebut.
Dari pinjaman itu, ia mendapatkan modal untuk membeli dua buah bus mewah. Sejak saat itu, mulailah ia berbisnis travel, angkutan umum rute Semarang-Jogyakarta. Tarif tiket busnya 80 ribu rupih per penumpang. Tiap hari melayani penumpang 4 kali trayek.
Dari situ ia mengumpulkan pundi-pundi kekayaannya. Tiap bulan, per busnya bisa memperoleh penghasilan bersih Rp 1 juta. Berarti 2 bus Rp 2 juta. Maka dalam sebulan, ia bisa menghasilkan pendapatan sebesar Rp 60 juta.
Menyimak ulasan youtuber di atas, saya jadi teringat pidato Sri Mulyani, Menteri keuangan kita di salah satu acara yang banyak dishare di berbagai platform medsos.
Sri Mulyani menjelaskan bedanya kita dengan orang barat adalah cara kerja kita. Di barat, mereka orangnya santai, namun uang dan asset merekalah yang bekerja keras. Sementara di negara kita orangnya yang bekerja keras namun asetnya hanya ‘tidur’.
Dari kisah youtuber di atas, bisa kita jadikan contoh, bagaimana proses seseorang memanfaatkan asset tidur yang banyak orang menggapnya tidak bernilai, namun dapat menghasilkan keuntungan besar baginya.
Bahkan boleh dibilang bisnisnya bermodalkan nol rupiah. Sebab modal membeli rumah sudah digantikan bank (melalui pinjamannya), plus modal membuka bisnis travel.