JAKARTA, RADARSULBAR – Korban dalam tragedi Kanjuruhan terus bertambah. Dinas Kesehatan Kabupaten Malang melansir, jiwa yang melayang dalam peristiwa pasca pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang tadi malam Sabtu 1 Oktober 2022 mencapai 182 orang.
Jumlah itu luar biasa besar untuk ukuran tragedi di stadion sepak bola. Hanya kalah dari bencana di Estadio Nacional di Lima, Peru yang berlangsung pada 24 Mei 1964. Laga antara Peru melawan Argentina tersebut memakan korban meninggal dunia hingga 328 orang.
Untuk ukuran jumlah, tragedi Kanjuruhan sudah melewati salah satu bencana paling mengerikan di Accra Sports Stadium, Ghana, 9 Mei 2001. Dalam laga antara Accra Hearts melawan Asante tersebut, sebanyak 126 orang meninggal dunia.
Yang memilukan, dari data Dinas Kesehatan Kabupaten Malang terdapat korban yang masih balita. Yakni Gibran Rata Elfano yang masih berusia 2 tahun dan 10 hari. Mendiang Gibran berasal dari Pakisaji, Kabupaten Malang.
Korban meninggal juga banyak yang berusia remaja. Misalnya Audi Nesia Alfiari asal Kedungkandang dan Halkin Al Mizan warga Sumberpucung yang berusia 12 dan 13 tahun.
Dalam konferensi pers dini hari tadi, Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta mengatakan bahwa awal mula terjadinya kerusuhan adalah kekecewaan yang memuncak dari Aremania. Sebab, untuk kali pertama dalam 23 tahun terakhir, Arema dikalahkan Persebaya di Malang dengan skor 2-3.
Rasa kekecewaan yang dalam itulah yang membuat Aremania turun ke tengah lapangan.
Menurut Kapolda, awalnya hanya sedikit yang turun ke lapangan dan mencari pemain dan ofisial Arema. “Mereka bertanya, mengapa bisa kalah melawan Persebaya?” kata Nico.