POLEWALI, RADARSULBAR — Anggaran perjalanan dinas tahun anggaran 2020 dan 2021 Pemkab Polman disorot oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Lembaga Kajian dan Pengawasan Anggaran (LSM LKPA) melalui aksi unjuk rasa di Kantor Inspektorat di Jalan Pameran Kelurahan Darma Kecamatan Polewali, Kamis 15 September 2022.
Anggaran perjalanan dinas yang digunakan oleh Pemkab Polman dinilai bertentangan dengan Peraturan Presiden (Pepres) Nomor 33 tahun 2020. Hal itu juga ditekankan kepada, OPD yang seharusnya mengawasi dan mencegah tindakan yang merugikan negara, yakni Inspektorat.
Tuntutan lain, meminta pertanggungjawaban Kepala Inspektorat terkait pengelolaan keuangan daerah tahun anggaran 2020 dan 2021 sekira Rp 5 miliar, serta mendesak Kepala Inspektorat Polman memaparkan dan mempublikasikan hasil pengawasan pengelolaan keuangan Pemkab terkait pengadaan lampu jalan tenaga Surya tahun anggaran 2016 – 2018, termasuk mempublikasikan laporan pertanggungjawaban Kades tahun anggaran 2019 – 2020.
Ketua LSM LKPA RI Zubair menjelaskan berdasarkan UU No 32 tahun 2004 dan UU No 32 tahun 2014 tentang Pemda, serta permendagri Nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.
“Fungsi Inspektorat berdasarkan Permendagri nomor 64 tahun 2007 yang mengamanantkan sistem tegas dan jelas terkait masalah penugasan reventif dan penugasan repesif serta penugasan yang dilakukan sebelum dan sesudah menyelesaikan kegiatan tersebut,” jelas Zubair.
LKPA bersama para penggiat anti korupsi Polman menyatakan sikap dan mendesak kepala Inspektorat agar mempertanggung jawabkan penggunaan anggaran yang dinilai bermasalah.
Zubair menduga Inspektorat Polman mengutakatik penganggaran perjalanan dinas yang melekat di dinas tersebut. Hal ini sesuai temuan BPK dan ini tidak hanya di Inspektorat tapi adanya pelanggaran anggaran perjalanan dinas disemua OPD dan tertinggi Inspektorat.
Inspektur Inspektorat Polman Ahmad Saifuddin membantah tudingan LKPA RI. Ia mengatakan, tudingan tersebut tidak benar dan tidak berdasar. Karena anggaran di Inspektorat untuk perjalanan dinas tidak sampai Rp 5 miliar. Kemudian untuk temuan BPK sudah ditindaklanjuti oleh Pemkab dan telah dilakukan revisi sesuai Pepres 33 tahun 2020.
“Kalau untuk lima miliar itu sudah termasuk gaji kami di Inspektorat. Untuk anggaran pengawasan hanya yang beresiko tinggi yang dilakukan pemeriksaan dan honor auditor hanya Rp 160 ribu setiap hari. Ini ada Perbup yang mendasari,” jelas Ahmad Syaifuddin.
Tidak ada temuan BPK sampai lima miliar seperti yang ditudingkan LKPA. BPK hanya dianggap ada pemborosan anggaran sedikit dan rekomendasi BPK hanya meminta revisi mengikuti Pepres. Itu sudah dilakukan sehingga saat ini honor pemeriksaan setiap orang Rp 160 ribu.
“Anggaran perjalanan harian bagi tenaga auditor kami yang turun ke lapangan bahkan sering tidak cukup. Seperti jika harus turun memeriksa ke Tutar dimana sewa ojek motor saja itu Rp. 200 ribu, justru kita menambah malah kita dituding korupsi,” kesal Ahmad Saifuddin.
Sesuai aturan sebenarnya anggaran untuk Inspektorat dengan daerah yang APBD sebesar 1 sampai 1,5 triliun itu mendapatkan 0,7 persen dari total anggaran. Jika ditotal Inspektorat Polman seharusnya mendapat Rp 11 miliar.
“Baru tahun ini kita dapatkan itu, namun ini belum kita dapat jalankan karena masih bergantung pada perubahan anggaran,” kilahnya.
Kemudian masalah BUMDes Patampanua itu sudah ditindaklanjuti dengan melakukan pemeriksaan. Sudah diperiksa dan sudah memberikan keterangan ke kejaksaan. Hasil pemeriksaan Inspetorat sudah disampaikan ke kejaksaan.
Ia juga menyampaikan, setiap tahun auditor mengikuti Diklat untuk P2PD serta Diklat dari Kemendagri dan PKP dari BPK.
Ahmad Saifuddin juga mengatakan, selama ini anggaran di Inspektorat sangat minim bahkan untuk kebutuhan laptop tenaga auditor itu menggunakan fasilitas pribadi mereka.
Salah satu auditor Inspektorat Polman Endang mengatakan Perpers ini sebenarnya banyak menimbulkan pertentangan. Pasalnya Perpres ini banyak daerah yang tidak cocok diterapkan karena ada daerah yang perjalanannya dari satu daerah ke daerah lainnya harus menggunakan pesawat.
“Di Perpers ini tidak ada pasal yang mengatur bahwa daerah tertentu boleh mengatur anggaran perjalanannya sesuai kondisi daerahnya. Rekomendasi dari BPK bukan pengembalian tapi meminta agar Perda direvisi,” jelas Endang. (arf/mkb/jaf)