Imbas Masuknya Musim Kemarau, 622 Desa Kering Kritis

  • Bagikan
Ilustrasi akibat musim kemarau panjang, lahan tambak gersang.

SURABAYA, RADARSULBAR – Kekeringan yang berujung krisis air masih jadi salah satu bencana “rutin” di sejumlah wilayah di Jatim. Tak terkecuali memasuki musim kemarau kali ini.

Berdasar data terakhir Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim, hingga saat ini tercatat 622 desa mengalami kering kritis. Warga setempat harus mencari air di radius lebih dari 3 kilometer.

Semua desa yang masuk kategori kering kritis itu tersebar di 232 kecamatan pada 23 kabupaten. Sejauh ini, sembilan daerah di antaranya telah menetapkan status tanggap darurat. Sementara itu, yang lainnya masih menunggu perkembangan.

Meluasnya wilayah yang terdampak kekeringan mendapat perhatian dari pemprov. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jatim telah menggelar rapat koordinasi dengan BPBD kabupaten/kota.

Hasilnya, sejumlah upaya penanganan segera diberlakukan. Untuk jangka pendek, salah satunya adalah pendistribusian air bersih ke desa-desa yang masuk kategori kering kritis. “Sedangkan, jangka panjangnya adalah melalui vegetasi atau memperbanyak penanaman di wilayah rawan kekeringan,” ujar Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Jatim Budi Santosa kemarin.

Dia menjelaskan, dalam penanganan wabah kekeringan kali ini, pihaknya sudah meminta seluruh BPBD di wilayah Jatim untuk melibatkan semua unsur.

Selain BPBD, upaya pencegahan kekeringan disiapkan Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Cipta Karya (DPRKPCK) Jatim. Instansi tersebut menambah pembuatan sumur bor sebanyak 20 titik. Disebar di wilayah rawan kekeringan. “Dibangun tahun ini,” kata Kepala DPRKPCK Jatim Baju Trihaksoro.

Dia menjelaskan, nanti satu sumur bor bisa digunakan untuk 50 KK. Pembangunan itu disesuaikan dengan ketersediaan APBD Perubahan (APBDP) Jatim 2022.

Sebelumnya, ratusan sumur bor sudah dibuat DPRKPCK Jatim di desa-desa rawan kekeringan, terutama di kabupaten/kota yang telah menetapkan status tanggap darurat.

Solusi itu, kata Baju, berbeda dengan penanganan yang dilakukan BPBD. Pembuatan sumur bor hanya bisa dilakukan di wilayah rawan kekeringan, tapi memiliki potensi air. “Kalau teman-teman BPBD, mereka menangani wilayah yang masuk kategori kering kritis,” katanya. (jpg)

  • Bagikan