Bukan hanya judi kartu baccarat dan jackpot, judi toto gelap (togel) konvensional juga masih eksis hingga sekarang. Meski tak semudah dan senyaman judi online, togel konvensional dianggap lebih aman karena uang yang dipertaruhkan tidak disetor ke rekening bank tertentu. Tapi ke seseorang yang menjadi pengecer, pengepul, koordinator, atau bandar yang sudah dikenal.
“Judi online itu gampang diintip petugas, terutama tim siber,” kata salah seorang anggota kelompok bisnis judi togel di daerah Jawa Timur kepada Jawa Pos.
Koordinator Kelompok Humas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) M. Natsir Kongah mengatakan, pihaknya mendeteksi aliran transaksi terkait dengan perjudian berbasis platform, baik online maupun online yang didaratkan, mencapai puluhan triliun rupiah. Kebanyakan bandar besar judi itu terdeteksi berada di negara lain seperti Kamboja, Filipina, dan Thailand.
”Kalau kami lihat, situs judi online di Indonesia itu kebanyakan agen kecil. Dari agen-agen kecil ke bandar, kemudian ke bandar besar (di luar negeri, Red),” ungkapnya kepada Jawa Pos Sabtu (20/8).
PPATK mengaku pernah memverifikasi usaha perjudian di salah satu negara bandar tersebut. “Ternyata uang (judi dari Indonesia, Red) itu dikirim ke negara tax haven,” paparnya.
Untuk mengungkap bisnis haram judi online, PPATK mengakui memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Salah satu kesulitan yang dialami penegak hukum, kata Natsir, adalah banyaknya rekening yang digunakan untuk menampung uang taruhan (deposito) judi. “Apalagi perpindahan uang dari rekening satu ke rekening yang lain itu cepat sekali dan banyak sekali,” terangnya.
Adrianus menambahkan, ambiguitas penegakan hukum menjadi celah suburnya perjudian di Indonesia. Dalam kasus judi online, pasal yang bisa diterapkan adalah 303 KUHP dan UU ITE, khususnya pasal 27 ayat (2). “Undang-undangnya (yang mengatur larangan judi, Red) bersifat tidak ada pengecualian, tapi dalam penegakan hukumnya amat lemah,” imbuhnya. (jpg)