Inilah priode 2021-2022, Makassar tanpa stadion. Belum bisa diperkirakan sampai kapan PSM , keluar Makassar menjadi tuan rumah pertandingan bergensi. Kini Parepare dengan Stadion Gelora BJ Habibie dijadikan tuan rumah untuk menampung PSM yang kehilangan stadion home base.
Akibatnya, penonton pencinta PSM, setiap pertandingan harus ke Kota Kelahiran Presiden kedua RI BJ Habibie dengan menempuh perjalanan 150 km. Wali Kota Parepare gembira, ikut merasakan dampak ekonomi dari kehadiran pasukan juku eja di daerahnya.
Laporan: Syamsu Nur
Walikota pun berniat untuk melakukan pembenahan akan Stadion Gelora BJ Habibie, menata lebih baik dan tetap memenuhi standar PSSI.
Kota Tanpa Stadion
Kota besar tanpa stadion, ibarat rumah tanpa ruang tamu. Ada sesuatu yang terasa kurang. Dan kalau kita ke luar negeri, ke negara Eropa, boleh dikata setiap kota besarnya ada stadion. Bahkan menjadi kunjungan wisata. Stadion bukan saja menjadi tempat pertandingan sepakbola, tapi di dalamnya ada restoran, ada toko cendera mata dan alat olahraga.
Maka tanpa ada pertandingan pun stadion tetap ramai dikunjungi. Stadion bisa juga mendatangkan penghasilan lain. Bisa dipersewakan dengan berbagai event selain sepakbola. Bisa menjadi tempat promosi dikala ada event berlangsung. Bahkan merek stadion bisa dipersewakan. Seperti halnya yang terjadi di stadion Arsenal di Kota London Inggris.
Merek stadion Arsenal di jual ke perusahaan penerbangan Timur Tengah “Emirate” selama 15 tahun. Maka stadion itu berubah nama menjadi “Stadion Emirate”. Manajemen pengelolaan stadion tetap dilaksanakan manajemen Arsenal. Harga sewa 15 tahun sudah bisa menutupi biaya pembangunan stadion tersebut.
Di Indonesia setiap kota besar, taruhlah ibu kota Propinsi memiliki stadion megah. Stadion itu menjadi stadion kebanggaan. Beberapa kota kabupaten juga ada yang memiliki stadion sepakbola yang modern. Lihat di daerah Kalimantan Timur, di Kota Tenggarong, Kabupaten Kutai, misalnya memiliki stadion yang cukup indah dengan design stadion modern.
Tidaklah lengkap kalau suatu kota besar, dengan penduduk lebih satu juta jiwa, tak memiliki stadion. Stadion bisa dibangun pemerintah daerah. Bisa juga dengan kerjasama pengelolaan dengan swasta, atau dengan club sepakbola. Tapi di Indonesia ini sudah ada yang meniru Club luar negeri. Club sepakbola profesional memiliki stadion sendiri.
Maka keuntungan suatu daerah atau club yang punya stadion, dia pasti berusaha memiliki kesebelasan pavorit. Punya penonton fanatik. Dan dibalik itu club berusaha memiliki pemain bintang. Setiap club pavoritnya main dan pemain bintang ikut berlaga, stadion menjadi ramai. Maka hitungan bisnis pengolalaan stadion bisa mendatangkan keuntungan.
Stadion Mangkrak
Tapi bagaimana nasib stadion di Makassar. Padahal Makassar pernah memiliki Stadion sejak 60 tahun lalu dengan kapasitas bisa mencapai 40.000 orang. Tapi sekarang sudah dirobohkan dengan niat membuat yang lebih baru. Gubernur yang merobohkan non aktif karena tersandung kasus hukum. Pelanjutnya belum bertindak. Masih sibuk lobby kiri kanan. Yang ditemukan kendala yang masih sulit teratasi.
Namun sudah terdengar kabar anggaran awal sebanyak Rp 66 miliar sudah disiapkan DPRD Sulsel. Gubernur sebelumnya Syahrul Yasin Limpo sudah membangun stadion baru di Barombong. Bangunan sudah setengah jadi, sisa dilanjut. Tapi ada pertimbangan lain, yang tidak jelas dan transparan sampai stadion tidak lanjut. Semestinya harusnya ada jalan keluar, biaya dengan uang negara sudah digelontorkan. Menjadi pertanyaan kok jadi mangkrak, dan terlantar. Kita tidak habis pikir, apakah stadion yang setengah jadi itu akan menjadi mangkrak seterusnya atau akan dirobohkan lagi.
Apakah sebenarnya yang ditunggu para pembuat keputusan. Kenapa tidak urung rembuk, ketemu satu meja semua pihak yang bisa terlibat. Adakah yang salah? Yang terjadi Gubernur meneyerahkan ke Dinas Olahraga. Sementara Dinas Olahraga masih menunggu petunjuk, soal tender dsbnya. Tidak adakah solusinya yang cepat dan terencana. Atau adakah alternatif lain, ataukah kita harus menyerah dengan kondisi ini.
Banyak pertanyaan yang bisa timbul. Dan rasanya kita menjadi malu melihat daerah lain, yang penuh semangat membangun stadion yang menjadi kebanggaan mereka. Dan Makassar, daerah yang pernah jaya di sepakbola, pernah mengharumkan nama daerah, seperti kehilangan semangat inovasi. Kita langsung teringat kepada tokoh olahraga tempo dulu. Andi Pangerang Petta Rani, Andi Mattalatta dan tokoh olahraga lainnya. Masih adakah semangat seperti mereka ? Inilah sebuah renungan di hari 77 tahun kemerdekaan kita. (*)