JAKARTA, RADARSULBAR – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjanji bakal menindaklanjuti laporan dugaan suap mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo yang dilayangkan Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan Keadilan (TAMPAK).
Dugaan suap itu disinyalir berkaitan dengan penanganan kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
KPK mengaku telah menermia laporan tersebut melalui bagian pengaduan dan pelaporan masyarakat.
“Kami memastikan akan tindak lanjuti setiap laporan dari masyarakat dengan melakukan langkah-langkah analisis lebih lanjut berupa verifikasi mendalam dari data yang kami terima,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin, 15 Agustus 2022.
Ia mengatakan, verifikasi perlu dilakukan untuk menentukan laporan tersebut layak diselidiki atau diarsipkan.
Menurut dia, KPK juga akan proaktif menelusuri serta melakukan pengumpulan berbagai informasi dan bahan keterangan tambahan untuk melengkapi aduan dimaksud.
“Kami mengapreasiasi masyarakat yang turut peduli atas dugaan korupsi di sekitarnya dengan melapor pada penegak hukum,” ucapnya.
Diketahui, Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK) melaporkan dugaan suap yang dilakukan mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo terkait penanganan kasus kematian Brigadir J.
“Hari ini, TAMPAK (Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan Keadilan) mendatangi KPK untuk memberikan laporan atau pengaduan terhadap masalah penyuapan atau mencoba melakukan penyuapan yang dilakukan oleh salah seorang dari stafnya Ferdy Sambo di ruangan Ferdy Sambo, ruangan tunggu Ferdy Sambo pada 13 Juli yang lalu,” ucap Koordinator TAMPAK Roberth Keytimu di Gedung M
Saat itu, Ferdy Sambo masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
“Ketika itu selesai pertemuan lalu kemudian kedua staf LPSK tersebut disodorkan oleh seseorang dua amplop berwarna cokelat dan di dalamnya terdapat uang yang kira-kira tebalnya 1 centimeter, dan pada waktu itu kedua LPSK itu mereka gemetar dengan melihat dikasih amplop itu gemetar dan minta supaya dikembalikan supaya dikembalikan pulang,” ucap Roberth.
“Pada saat itu, orang yang menyerahkan uang itu mengatakan bahwa itu dari bapak. Jadi dalam hal ini yang diduga itu adalah saudara Ferdy Sambo,” ucapnya.
Upaya suap itu, kata dia, termasuk kategori tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 jo Pasal 15 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021.
Dalam laporannya, TAMPAK turut membawa bukti berupa kliping pemberitaan dari media daring.
Selain itu, TAMPAK juga meminta KPK untuk mengusut dugaan suap kepada sejumlah pihak lain dalam penanganan kasus kematian Brigadir J seperti kepada Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Kuat Ma’ruf (sopir/ART), dan Bripka Ricky Rizal (RR).
“TAMPAK mengharapkan KPK melakukan langkah-langkah berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019,” ujarnya berharap.
Petugas LPSK Diberi Amplop
Petugas Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengaku pernah diberikan dua amplop usai bertemu mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo.
Amplop itu dibungkus dalam sebuah map dan disebut berasal dari ‘bapak’.
Penyerahannya dilakukan di Kantor Propam Polri pada 13 Juli 2022 lalu berkaitan permohonan perlindungan untuk Bharada Richard Eliezer atau Bharada E dan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
“Terjadi di kantor Propam (Polri),” kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu saat dikonfirmasi, Jumat, 12 Agustus 2022.
Ia menjelaskan, dua anggota LPSK saat itu datang ke Kantor Propam Polri untuk membahas permohonan perlindungan Bharada E dan Putri.
Sesampainya di lokasi, kedua anggota itu lantas diarahkan menuju ruang tunggu Kadiv Propam.
Kedua petugas berbicara kepada Sambo tentang permohonan perlindungan tersebut.
Setelah pembicaraan, kata Edwin, Ferdy Sambo keluar dari ruangan.
Kemudian seorang petugas LPSK juga keluar dari ruangan untuk menunaikan salat di Masjid Mabes Polri.
“Hanya ada satu orang petugas LPSK yang menunggu di ruang tunggu,” imbuhnya.
Kemudian seorang staf berseragam hitam bergaris abu-abu yang mengaku utusan ‘bapak’ datang ke ruang tunggu.
Staf itu disebut menyodorkan sebuah map yang di dalamnya terdapat dua amplop cokelat dengan ketebalan masing-masing satu centimeter.
“Menyampaikan titipan atau pesanan bapak, untuk dibagi berdua di antara petugas LPSK,” ujar Edwin.
Merespons itu, petugas LPSK yang berada di ruang tinggu tidak menerima titipan atau pesanan dari staf Irjen Sambo.
Edwin menyampaikan, petugas LPSK itu juga tidak melihat isi amplop tersebut.
“Kemudian menyampaikan kepada staf tersebut untuk dikembalikan saja. Iya, tidak dilihat (amplop),” pungkasnya.
Ferdy Sambo Tersangka
Diketahui, Ferdy Sambo ditetapkan sebagai tersangka dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Pengumuman Ferdy Sambo sebagai tersangka disampaikan dalam konferensi pers yang dipimpin Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri, Jakarta, Selasa, 9 Agustus 2022.
Tak sendiri, Sigit mengumumkan penetapan tersangka anak buahnya itu didampingi 6 jenderal lain.
Para jenderal itu di antaranya Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto, Danko Brimob Komjen Anang Revandoko, Kabaintelkam Irjen Ahmad Dofiri, dan Kadiv Humas Irjen Dedi Prasetyo.
“Tadi sudah dilakukan gelar perkara. Timsus memutuskan menetapkan FS (Ferdy Sambo, red) sebagai tersangka,” tegas Listyo Sigit Prabowo di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa, 9 Agustus 2022.
Menurutnya, Ferdy Sambo yang memerintahkan Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E untuk menembak Brigadir J.
“Saya tegaskan tidak ditemukan fakta peristiwa tembak menembakl seperti yang dilaporkan. Penembakan terhadap saudara J dilakukan oleh saudara RE (Richard Eliezer) atas perintah saudara FS,” paparnya.
Ferdy Sambo Terancam Hukuman Mati
Ferdy Sambo dijerat Pasal 340 subsider 338 juncto pasal 55 dan 56 KUHP dengan ancaman pidana maksimal hukuman mati. Bagaimana isi lengkap pasalnya?
Dikutip dari Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Mahkamah Agung, Pasal 340 KUHP mengatur, “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
Selain Pasal 340, Ferdy Sambo juga disangkakan melanggar Pasal 338 KUHP selaku subsider atau hukuman pengganti apabila hal pokok tidak terjadi.
Pasal 338 KUHP berbunyi, “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
Kedua pasal tersebut kemudian di-juncto-kan alias dikaitkan dengan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
Ada pun Pasal 55 ayat (1) KUHP berbunyi, “Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
- Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan.
- Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.”
Kemudian Pasal 55 ayat (2) KUHP bunyinya, “Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yangdiperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.”
Sementara itu, Pasal 56 berbunyi, “Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
- mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
- mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk melakukan kejahatan.” (fin)