BUKAN tak mungkin kolaborasi bersama antar komunitas sebagai bentuk dedikasi anak bangsa untuk terkoneksi satu sama lain. Upaya itu dapat ditempuh dengan deretan pilihan teknologi informasi dan komunikasi. Baik basisnya internet maupun yang berbasis teknologi radio komunikasi. Seperti yang dilakukan bersama oleh komunitas Relawan TIK (RTIK) dan Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) di Sulawesi Barat.
Oleh: Shalahuddin, S.Sos., MM. (Relawan TIK Sulawesi Barat)
Saat ini di Sulawesi Barat mesti diakui bersama bahawa daerah ini memiliki segudang potensi tapi akselerasinya berada pada posisi yang relatif melambat dengan masih adanya sejumlah titik daerah yang belum menjangkau jaringan komunikasi berbasis teknologi masa kini (internet). Misalnya pada kawasan pegunungan. Bayangkan hanya sekedar berbagi informasi berbasis teks berbasis digital saja masih sangat sulit untuk jarak yang relatif dekat (satu kilometer). Apalagi jika hendak menjangkau fasilitas entertainment (hiburan) yang diakses melalui internet seperti kanal YouTube dan sejenisnya.
Lantas mau seperti apa layanan serba cepat yang selama ini digaungkan jika hal-hal fundamental seperti infrastruktur TIK belum mampu dihadirkan. Kehadiran semua pihak diharapkan untuk dapat menopang kebutuhan-kebutuhan seperti di atas. Kita tidak cukup dengan serta merta hanya berpangku tangan menanti kemurahan hati pemerintah setempat (meski itu kewajiban mereka). Sebab jika tidak maka kita tak boleh berharap akan mampu membangun akselerasi bersama dengan cita-cita besar yang didorong di negeri ini.
Kini dengan kehadiran komunitas RTIK dan RAPI di Sulawesi Barat dan instrumen sosial lain, kita menanti stakeholder mengambil bagian dalam upaya mendorong daerah yang masih melambat. Tak hanya karena keterbatasan infrastruktur teknologi informasi tapi juga pada hal-hal lain yang mengalami pelambatan kolektif.
Relawan TIK hadir dan mampu mendesain integrasi komunikasi informasi berbasis platform digital. Sementara komunitas RAPI mampu mengikat jejaring komunikasi dengan lisensi penggunaan frekuensi radio komunikasi. Keduanya mampu membangun kolaborasi tanpa harus menggerus eksistensi masing-masing. Sebab kolaborasi ini memiliki segmen dan teknologi berbeda. Tetapi dapat bertemu dalam komitmen yang sama, memerdeka-kan pelosok dengan akses teknologi informasi dan komunikasi agar mereka dapat terkoneksi satu sama lain. Minimal dalam tata laksana layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan dan administrasi ditingkat desa dapat dikoneksikan.
Sebab jika dilirik lebih jauh kondisi yang ada tersebut tampak masih belum rapi jika hendak dikomparasikan dengan layanan yang telah mampu menggunakan platform TIK lebih baik. Demikian halnya dengan layanan kedaruratan yang belum dapat terfasilitasi dengan baik.
Kita dapat belajar betapa manajemen komunikasi krisis kita kala terjadi kondisi kedaruratan di daerah ini. Apalagi jika kita berhadapan dengan kondisi bencana yang belakangan akrab menyapa aktifitas hari-hari kita di Sulawesi Barat. Kita nyaris tak memiliki navigasi komunikasi yang jelas. Kecuali bagi mereka yang telah terorganisir melalui jejaring pemerintahan. Di level penduduk baik untuk meminta pertolongan hingga memberi pertolongan dasar melalui ragam paltform komunikasi belum terarah dengan baik.
Sehingga dengan kesadaran dan dedikasi dalam menopang kemajuan bersama di daerah ini kami pikir penting untuk membangun kolaborasi. Pada semua level dengan semua potensi yang dimiliki. Tak terkecuali seperti kolaborasi yang dilakukan oleh komunitas RTIK bersama RAPI di Sulawesi Barat.
Secara sederhana, Relawan TIK mampu tampil sebagai garda terdepan menawarkan koneksi sederhana ditingkat desa. Dalam hal ini koneksi platform digital yang mampu menjembatani lahirnya pemanfaatan IT untuk aktifitas pelayanan misalnya di kantor desa dan sekolah-sekolah. Sehingga mampu terintegrasi dalam sistem informasi yang dibentuk satu pintu. Sehingga merapikan pola lama yang menyulitkan untuk melihat peta potensi desa lebih detail.
Sementara pada sektor lain untuk mengintegrasikan lini navigasi komunikasi dalam rangka aktifitas mitigasi bencana, RAPI maju sebagai instrumen penting yang memiliki infrastruktur dan sistem komunikasi yang ramping lagi efektif. Mereka memiliki tata persandian yang dipahami oleh stakeholder yang berkecimpung pada sistem informasi komunikasi berbasis radio. Tak sampai disitu, kemampuannya mengoneksikan lintas daerah untuk informasi kedaruratan dapat ditempuh ditengah keterbatasan platform digital yang beroperasi hanya sebatas tingkat lokal pedesaan.
Keduanya merupakan upaya positif yang boleh ditempuh. Bahkan opsi lain sebagai alternatif lebih baik dapat lahir. Prasyaratnya hanya meminta kita komitmen untuk memulai bersama dan beranjak bersama hingga tampil sejajar dipanggung narasi potensi daerah. Sebab ini adalah tentang saling merangkul hingga saling mendukung agar kita yang memilih bermukim di daerah ini tetap dapat tampil percaya diri bahwa semua dapat terkoneksi karena bersama meyakini pentingnya pemerataan akses. Khususnya akses informasi dan komunikasi. (***)