Siswa Asal Mamasa Ini Tidak Butuh Sepeda Jokowi, Tapi Guru Sekolah

  • Bagikan
Dua orang anak yang membentang pamflet berisi pesan untuk Presiden Jokowi.--dok.radarsulbar--

“Ada Tiga Guru PNS. Susah juga kalau kita mau paksakan dengan kondisi jalanan yang begitu rusak” (Kepsek SDN 10 Saluang: Amran)

Laporan: Zul Fadli, Mamasa

SEORANG siswa membentang spanduk bertuliskan “Kami membutuhkan pendidikan yang layak, #Kami membutuhkan guru yang selalu datang ke sekolah, #Mamasa #Presiden “.

Spanduk lainnya, bertuliskan, “Pak Presiden Jokowi kami jarang sekolah karena bapak guru jarang datang ke sekolah #Mamasa”.

Pesan itu ditujukan kepada Presiden, Joko Widodo. Bukannya minta sepeda justru meminta sesuatu yang seharusnya sudah menjadi kewajiban pemerintah dalam memenuhi hak bagi seluruh warga negara. Yakni pendidikan yang layak, salah satunya pemenuhan guru sekolah yang layak.

Diketahui, siswa yang memegang spanduk itu asal SDN 10 Saluang, Kecamatan Mambi, Mamasa. Hal itu terkonfirmasi ke Kepala Sekolah Dasar Negri (SDN) 010 Saluang, Amran. Dan muara dari pesan tiga anak itu sebab hingga saat ini sekolahnya diliburkan.

Kepsek mengaku, libur sekolah bukan kewenangannya melainkan arahan dari kepala UPTD Kecamatan Mambi.”Jadi itu sesuai penyampaian kepala UPTD pendidikan kecamatan Mambi, jadi bukan sekolah yang liburkan anak-anak,” terangnya kepada Radar Sulbar Selasa 12 Juli 2022.

Ia menjelaskan, jika berdasarkan penyampaian UPTD Pendidikan Kecamatan Mambi yang pertama jika pembagian rapor dilaksanakan pada tanggal 25 Juni 2022, dan kedua Libur Semester dimulai sejak 27 Juni 2022 sampai pada 17 Juli 2022.

Ketiga jika awal masuk sekolah THP 2022-2023 pada tanggal 18 Juli 2022.Sehingga, sekali lagi menyampaikan jika bukan diliburkan, namun sudah menjadi pengaturan kepala UPTD Pendidikan Kecamatan Mambi.

Ia mengaku, sehingga proses belajar mengajar berjalan setiap harinya. Meskipun pihaknya tidak menapik jika terdapat guru baik 3 orang Honorer dan 3 orang PNS yang berdomisili di kecamatan Mambi, tidak mengajar disana secara rutin.

“Karena susah juga kalau kita mau paksakan dengan kondisi jalanan yang begitu rusak kesana, tiap hari kesana terlebih yang sukarela ini, bisa-bisa kita mati kalau tiap hari juga kesana,” sebutnya.

Ia menambahkan, kecuali jika ada perumahan huru yang disediakan disana. “Namun nyatanya tidak ada perumahan guru yang tersedia,” tambahnya. (r4/jaf)

  • Bagikan

Exit mobile version