MENYANDANG sebutan wartawan dengan kata tunggal kini tak lagi menarik. Sama sekali tak bergengsi sebab di luar sana terdapat ratusan bahkan mungkin ribuan oknum bermodal id card mendaku diri sebagai wartawan. Jangankan menaati kode etik profesi, sekedar kemampuan menulis saja tak dimiliki. Maka wartawan yang menarik dan patut berbangga adalah mereka yang telah dinyatakan berkompeten melalui jenjang Uji Kompetensi Wartawan (UKW), mereka adalah wartawan profesional.
Catatan: Jasman Rantedoda
Mamuju, Sulbar
Menjadi wartawan yang sesungguhnya tak cukup sekedar mengandalkan kemampuan menulis berita. Harus mampu menjaga keseimbangan berita, menjunjung tinggi ketidakberpihakan dan menjaga etika profesi.
Wartawan bukan netizen atau blogger atau sekedar pegiat media sosial yang menulis informasi dan memanfaatkan teknologi informasi tanpa kode etik, sangat longgar memposting apa saja yang didengar dan dilihat, tanpa pedoman dan kaidah yang ketat.
Wartawan adalah seorang professional dan profesionalisme tak tebang pilih bagi profesi apa saja seperti halnya advokat, dokter dan guru. Kaum profesional sangat mempertimbangkan sikap moral dalam tugas.
Maka patutlah jika menjadi wartawan professional terus dicita-citakan, berbagai upaya dilakukan untuk meraihnya menghadirkan citra wartawan sebagai seorang cerdas, ketat membedakan fakta dan opini, menyajikan informasi berimbang, benar, aktual dan akurat.
Sejak bergulirnya kebijakan UKW sebagai amanat Piagam Palembang pada peringatan Hari Pers Nasional (HN) Februari 2010, hingga 2022 ini, jumlah wartawan yang telah dinyatakan berkompeten oleh Dewan Pers sebanyak 19.512 se Indonesia. Jenjang muda sebanyak 11,758 orang, jejang madya 3,842 orang dan jenjang utama 3,911.
Senin 27 Juni 2022, PWI Sulbar bekerjasama Dewan Pers Indonesia dan AJI Mandar kembali melaksanakan UKW, di Grand Maleo Hotel, Mamuju.
“Untuk PWI ini angkatan ke IV UKW dan sudah dua kali bekerjasama dengan Dewan Pers,” ujar Ketua PWI Sulbar, Naskah M Nahbah.
Jumlah peserta sebanyak 40 orang, PWI sebanyak 23 orang dan AJI Mandar sebanyak 17 orang.
Ketua AJI Mandar, Rahmat FA menambahkan, untuk AJI Mandar ini merupakan UKJ angkatan ke II.
“Angkatan pertama dilaksanakan pada Februari 2018, di Majene. Jumlah peserta 16 orang,” singkat Rahmat.
Langkah tersebut adalah upaya menata kehidupan pers yang sehat dan mendorong kemajuan pers sebagai sarana demokrasi.
Titik tekannya adalah menjadikan kode etik profesi sebagai pedoman, mengedepankan penerapan prinsif-prinsif moral dasar dan tingkah laku yang sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Selain Kode Etik Jurnalistik (KEJ) tugas wartawan juga diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Undang-undang ini tidak hanya mengatur hak-hak dan kewajiban wartawan, namun juga mengatur hak publik.
Hak wartawan seperti hak perlindungan hukum saat bertugas dan dalam perkara delik pers. Sedangkan hak publik di antaranya hak jawab dan hak koreksi.
“Materi UKW tidak hanya soal menulis cerita panjang dan pendek, namun teman-teman di uji bagaimana cara menjalankan pekerjaan jurnalis yang sesuai dengan kode etik dan UU nomor 40 tahun 1999,” kata perwakilan Dewan Pers Indonesia, Atmaji Sapto, di Mamuju, Senin 27 Juni 2022.
Dengan demikian produk jurnalistik berupa berita, foto atau tulisan karangan khas harus mengacu pada KEJ, memperhatikan UU 40, 1999 dan peraturan Dewan Pers. Maka profesionalitas seorang wartawan diukur dari hasil karyanya, apakah taat kode etik dan segala regulasi menyangkut kewartawanan ataukah belum.
Dalam rangka menciptakan pers yang professional itu pula, Dewan Pers telah menetapkan lima peraturan yang penting. Masing-masing berkaitan dengan organisasi dan perusahaan, organisasi wartawan dan kompetensi wartawan.
Khusus untuk SDM wartawan, bidang pers PWI tahun 2006 menginisiasi gagasan perlunya standar kompetensi wartawan yang memberikan sertifikasi bagi wartawan.
“Semakin banyak wartawan yang kompeten, maka hak publik untuk mendapatkan bacaan yang sehat juga akan semakin terpenuhi,” jelas Atmaji Sapto.
Jenjang UKW
Dalam standar kompetensi wartawan terdapat tiga jenjang kualifikasi yaitu, wartawan muda, wartawan madya dan wartawan utama. Setiap jenjang memiliki kompetensi kunci yang berbedabeda.
Wartawan muda memiliki kompetensi kunci dalam melakukan kegiaan kewartawanan, ditujukan bagi reporter. Hal-hal yang diujikan konsentrasi pada tugas-tugas lapangan, mulai dari perencanaan pemberitaan, mencari bahan liputan, wawancara tatap muka, wawancara door stop, menulis berita, rapat redaksi dan membangun jejaring.
Setelah menjalani kegiatan jurnalistik sebagai wartawan muda selama sekurang-kurangnya tiga tahun, wartawan dapat mengajukan diri untuk mengikuti uji kompetensi wartawan madya. Wartawan madya berkompetensi kunci pada pengelolaan kegiatan kewartawanan. Hal-hal yang diujikan antara lain mengindentifikasi dan koordinasi liputan, analisis bahan liputan acara terjadwal, merencanakan liputan investigasi, menulis berita/feature, menyunting berita, merancang isi rubrik, rapat redaksi-analisis pemberitaan, mengevaluasi hasil
liputan dan juga membangun dan memelihara jejaring serta lobi.
Untuk bisa mengikuti uji kompetensi wartawan utama, wartawan sudah sekurang-kurangnya dua tahun menjalani jenjang madya. Wartawan utama berfokus pada mengevaluasi dan memodifikasi proses kegiatan kewartawanan. Hal-hal yang diujikan antara lain mengevaluasi rencana liputan, menentukan bahan liputan layak siar, mengarahkan liputan investigasi, menulis opini, menentukan bahan liputan layak siar, kebijakan rubrikasi, memimpin rapat redaksi dan memfasilitasi jejaring.
Dengan deretan mata uji bagi jejang kompetensi wartawan itu, perusahaan pers patut memikirkan untuk menghargai keahlian wartawannya sebagai seorang professional dalam hal kesejahteraan.(**)