JAKARTA, RADAR SULBAR– PT Aero Citra Kargo (PT ACK) dinyatakan melanggar Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, dalam Perkara Ekspor Benih Bening Lobster.
Hal itu disampaikan Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU RI, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Deswin Nur, Kamis (09/06/2022).
Perkara ini berawal dari hasil penelitian dan ditindaklanjuti ke tahap Sidang Majelis Komisi terhadap Dugaan Pelanggaran Pasal 17 UU 5/1999 terkait Jasa Pengurusan Transportasi Pengiriman (Ekspor) Benih Bening Lobster (BBL), yang dilakukan oleh PT ACK.
Majelis Komisi dalam proses Sidang Majelis menemukan bahwa PT ACK merupakan perusahaan satu-satunya yang hadir pada pertemuan sosialisasi, sehingga tidak ada substitusi perusahaan jasa pengurusan transportasi pengeluaran (ekspor) BBL untuk tujuan ke luar wilayah Indonesia.
Dibeberkan, fakta terkait penguasaan pasar lebih dari 50 persen atau monopoli ditemukan dalam persidangan, antara lain; PT ACK merupakan satu-satunya perusahaan ekspor BBL setidaknya sejak terbit Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020 hingga tanggal 25 November 2020.
Selain itu adanya penguasaan pangsa pasar jasa ekspor BBL lebih dari 50 persen dilihat dari keterangan para eksportir apabila tidak menggunakan jasa transportasi milik Terlapor maka ekspor pengiriman BBL tidak dapat dilaksanakan sehingga para eksportir tidak mempunyai pilihan lain.
“Dan PT ACK menguasai pangsa pasar yang melebihi dari 50 persen sehingga memiliki posisi monopoli dalam pasar bersangkutan, yakni jasa pengurusan transportasi pengeluaran (ekspor) BBL dengan menggunakan transportasi udara untuk tujuan keluar wilayah Negara Republik Indonesia ke Negara Vietnam, Taiwan dan Hongkong pada periode bulan Juni – November 2020,” bebernya.
Fakta persidangan, terbukti adanya pemusatan kekuatan ekonomi di mana adanya dukungan Pemerintah atas terbitnya dokumen SPWP. Meski tidak ada penunjukkan resmi, PT ACK merupakan satu-satunya pelaku usaha, karena selama proses persidangan perkara a quo ditemukan fakta bahwa jika eksportir menggunakan perusahaan kargo selain PT ACK dalam proses pengeluaran (ekspor) BBL tujuan keluar wilayah Negara Republik Indonesia, maka eksportir tersebut akan terhambat atau kesulitan dalam mengurus dokumen SPWP dari Dirjen Perikanan Tangkap KKP. Sementara SPWP sebagai salah satu persyaratan pengeluaran (ekspor) BBL tujuan keluar wilayah Negara Republik Indonesia adalah persyaratan yang menghambat pelaku usaha eksportir BBL lainnya.
“Majelis Komisi juga menemukan adanya pemusatan kekuatan ekonomi dengan melakukan penetapan harga yang eksesif,” ungkapnya.
Lanjut Deswin,beberapa pertimbangan lain sebelum diputuskannya perkara, terdapat eksesif margin yang dinikmati oleh PT ACK sebesar 323,53 persen, setara Rp.58.499.465.750. Dengan perhitungan pengenaan sanksi denda, PT ACK dapat dikenakan sanksi denda sebesar 10 persen dari nilai penjualan di pasar bersangkutan, yakni sejumlah Rp7.658.111.880 .
Atas dasar itu, sebagaimana Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 28/Pid.Sus- TPK/2021/PN.Jkt.Pst., uang di Rekening Bank BCA atas nama PT Aero Citrea Kargo sejumlah Rp8.774.507.218,00 dan Rp257.866.000,00 serta di Rekening Bank BNI atas nama Sdr. Amri selaku Direktur Utama PT ACK uang sebesar Rp3.443.466.293,00 telah disita untuk negara (jaf)