JAKARTA, RADARSULBAR – Sejumlah hal dipaparkan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang digelar Panja Tenaga Honorer dan Tenaga Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Non-PNS di ruang rapat Komisi X DPR, Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin 30 Mei 2022.
Mulai dari sebaran tenaga kesehatan yang tidak berimbang dan rendahnya pendapatan, tidak berimbangnya formasi PPPK dengan jumlah tenaga honorer di suatu daerah, perbedaan penyebutan status honorer bagi tenaga kesehatan.
“Rapat hari ini adalah mendapatkan informasi mengenai data masing-masing jenis tenaga kerja kesehatan di Indonesia, termasuk mengenai status kepegawaiannya,” kata Wakil Ketua Komisi IX DPR Ansory Siregar.
Ansory juga menyampaikan melalui rapat tersebut pihaknya ingin mendapatkan gambaran mengenai permasalahan tenaga kesehatan honorer yang selama ini terjadi.
“Ini rapat Panja, berarti kalau disebut panja berarti yang kita bahas ini bermasalah. Kalau bermasalah, nah masalah ini harus dituntaskan,” ujarnya.
Terkait hal itu, Panja juga mengundang pengurus pusat dari beberapa organisasi profesi tenaga kesehatan (nakes), sejumlah organisasi atau perkumpulan nakes lainnya, khususnya yang menaungi nakes non-ASN.
Organisasi yang hadir, di antaranya Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Pengurus Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Pengurus Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Pengurus Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Pengurus Federasi Penyuluh Lapangan Keluarga Berencana, Pengurus Forum Komunikasi Tenaga Kesehatan Honorer dengan Penugasan Khusus, Tenaga Kesehatan di Puskesmas Daerah Terpencil, Tertinggal, Perbatasan dan Pulau-Pulau Kecil Terluar dan Daerah Bermasalah Kesehatan.
Dalam kesempatan itu, Ansory menyampaikan Komisi IX telah memberikan pernyataan yang mendorong Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi dan Kementerian Keuangan untuk melaksanakan secara penuh Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Khususnya terkait pengangkatan tenaga kesehatan non-PNS menjadi PPPK paling lambat November 2023.
“Berdasarkan penjelasan di atas dan pentingnya kepastian nasib bagi para tenaga kesehatan honorer dan PLKB non-PNS, maka kami berharap mendapatkan data dan masukan dari bapak, ibu semua agar Panja ini dapat menyusun rekomendasi yang dapat segera diimplementasikan pemerintah agar seluruh tenaga kesehatan non-ASN dan PLKB non-PNS bisa menjadi ASN dan PPPK,” ujar politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.
Dalam kesempatan itu, para perwakilan organisasi profesi juga meminta adanya afirmasi bagi para nakes honorer dalam proses alih status menjadi PPPK, terutama bagi nakes yang usianya telah berada di atas 35 tahun.
Ketua DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Bidang Kesejahteraan Maryanto menyampaikan harapannya agar mereka yang sudah mengabdi 5-15 tahun yang hari ini usianya di atas 35 tahun mendapatkan satu prioritas.
“Tidak lagi harus diminta bertarung dengan rekan-rekan yang baru lulus. Kalau rekan-rekan yang baru (lulus) tes administrasi megang komputer mungkin jago, tapi terkait skill dan sebagainya saya rasa rekan-rekan kami yang eksisting hari ini sudah terbukti lah,” ujar Maryanto.
Pada kesempatan yang sama, Ketua IBI Emi Nurjasmi menyampaikan upaya-upaya yang dilakukan merupakan salah satu ikhtiar dalam memperjuangkan nasib tenaga kesehatan yang telah mengabdi bagi masyarakat.
“Ini suatu kesempatan yang baik buat kami dari tenaga kesehatan termasuk bidan tentunya, karena kita tahu mereka yang akan kita perjuangkan ini adalah mereka yang sudah mengabdi dan masa pengabdian bervariasi, cukup panjang saya rasa. Kita harus memperjuangkan mereka, dan pemerintah harus memberikan kesempatan kepada mereka terhadap apa yang sudah mereka kontribusikan selama ini,” ungkap Emi. (jpnn)