Diduga Sindikat Internasional, Polri Buru Otak Pembobolan Rekening Nasabah Bank

  • Bagikan
ILUSTRASI Pelaku pembobolan rekening bank. --dok jawapos--

RIAU, RADARSULBAR – Polri tengah menelisik kasus kejahatan yang menimpa nasabah perbankan. Seperti yang menimpa nasabah BPD Riau cabang Batam saat rekeningnya dibobol oleh 3 Warga Negara Asing (WNA). Saat ini ketiga pelaku pembobolan telah ditangkap petugas.

Kadiv Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo menduga jaringan ini terlibat sindikat internasional. Ada sejumlah modus pembobolan dana nasabah yang ditemukan penyidik.

Salah satunya adalah pembobolan melalui teknik skimming kartu ATM dan pencairan dananya dilakukan di luar negeri atau di suatu daerah yang berbeda dari domisili si pemilik kartu.

“Melalui teknik skimming, pelaku kejahatan meng-copy data pribadi nasabah dan PIN kartu ATM milik korban dengan memasang perangkat skimmer pada mesin Anjungan Tunai Mandiri,” kata Dedi kepada wartawan, Senin (30/5).

Pelaku yang sudah mendapatkan nomor kartu dan rekaman PIN kemudian mencocokkannya dengan melihat log waktu pencatatan. Dari situ, pelaku bisa memasukan nomor serta PIN ke kartu ATM kosong dan memakainya untuk mengambil uang korban.

Selain skimming, modus kejahatan lain terhadap nasabah dan bank, adalah penggunaan data pribadi nasabah oleh pelaku kejahatan. Berbekal data pribadi nasabah yang komplit, pelaku membuat kartu identitas baru menggunakan identitas korban.

Namun foto di kartu identitas adalah foto pelaku. Setelah itu, pelaku membuat kartu ATM dan buku rekening baru atas nama korban, di cabang berbeda.

Untuk modus ini, polisi masih melakukan pendalaman dengan melihat berbagai kemungkinan, seperti sumber kebocoran data pribadi korban. Bahkan, tak menutup kemungkinan dugaan adanya keterlibatan nasabah pada aksi kejahatan tersebut.

“Sumber kebocoran data nasabah itu bisa dari manapun, bahkan termasuk kelalaian nasabah sendiri yang mengirim data pribadinya ke berbagai pihak, semisal saat mengisi aplikasi tertentu di internet,” jelas Dedi.

Atas dasar itu, Dedi mengharapkan masyarakat lebih berhati-hati dan cermat pada saat bertransaksi. Penyidik tidak membenarkan data pribadi diberitahukak kepada orang lain. Nasabah juga dilarang keras memberikan informasi PIN, password, dan OTP ke orang lain, meski kepada keluarga terdekat.

“Jadi, memang ini kejahatan yang terorganisasi. Ada yang mengambil data, menduplikasi, mencetak, menjual, dan mengambil duitnya. Pelaku cenderung mencari celah bagaimana teknologi bisa direkayasa, mereka terus mempelajari itu,” pungkasnya. (jpg)

  • Bagikan