SAZKIA (20) menjadi tulang punggung keluarga, sekaligus jadi sosok pengganti orang tua untuk berjuang mencari nafkah bagi adik-adiknya yang masih sangat kecil, dikala kedua orang tua mereka telah pergi untuk selama-selamanya.
Oleh: Arif Budianto
Sazkia bersama keempat adiknya merupakan anak yatim piatu, di Desa Kenje Kecamatan Campalagian, Polewali Mandar (Polman). Mereka berjuang hidup dengan berjualan daun pisang di Pasar Campalagian. Sazkia bahkan harus rela mengubur mimpinya menikmati indahnya duduk di bangku sekolah karena harus menemani adik-adiknya yang masih sangat membutuhkan belaian seorang ibu. Meski sebenarnya Sazkia pernah mendapat tawaran untuk kembali bersekolah.
Tawaran itu sudah diterimanya, namun adik-adiknya tidak bisa jauh sehingga ia pun terpaksa urung demi menjaga dan mendidik adik-adiknya. Sehari-hari Sazkia bersama adiknya Tuami (17) bekerja membantu bibinya mengikat daun pisang yang akan dijual ke pasar.
Keluarga yatim piatu ini memang hidup dalam kondisi memprihatinkan, karena sejak orang tuanya meninggal bantuan yang mereka dapat dari pemerintah juga terputus. Sehingga mereka hidup dari bantuan tante dan pamannya yang tinggal di lingkungan sekitar rumahnya. “Dulu pernah dapat bantuan waktu bapak masih hidup. Tapi setelah (bapak) meninggal, tak ada lagi bantuan,” ujar Sazkia mengenang kedua orang tuanya.
Ia juga mengungkapkan jika selama ini ia tidak mendapatkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) covid dari desa tempat tinggalnya. Demikian juga dengan bantuan PKH.
Meski begitu, anak yatim ini tidak berputus asa. Sebagai anak tertua, ia rajin membantu tantenya mengikat daun pisang dan membuat minyak kelapa.
Tante Sazkia, Juna (58), menuturkan Sazkia dan adiknya membantunya mengikat daun pisang dan membuat sapu lidi. Daun pisang dan sapu lidi ini kemudian dibawa ke pasar untuk dijual. Daun pisang seharga Rp 5000 tiga ikat, dan sapu lidi dijual dua ikat Rp 5000 juga.
Dari hasil berjualan daun pisang dan sapu lidi inilah Juna bersama Sazkia dan adiknya menyambung hidup.
Mereka menggunakan uang itu untuk membeli beras, lauk dan kebutuhan lainnya. Serta membiayai keperluan sekolah ketiga adik-adiknya yang masih duduk di bangku SD.
“Penghasilannya tidak menentu, karena tergantung daun pisang yang ada. Kadang daun pisangnya 100 ikat tiga hari dikumpul. Inilah yang digunakan untuk biaya hidup beli beras dan lainnya,” ujar Juna.
Juna juga berterimakasih kepada Dandim Polman yang telah membantunya perbaikan rumah ponakannya dan dermawan lainnya yang telah membantu ponakannya selama ini.
Selain Sazkia, Tuami juga putus sekolah sejak SD. Tuami sekarang ini ikut membantu keluarganya mencari nafkah. Tuami sejak tiga bulan terakhir bekerja sebagai buruh angkut di Pasar Campalagian.
“Tuami sekarang sudah bekerja di pasar sebagai buruh angkut. Setiap hari diberi uang makan Rp 15 ribu dan gaji setiap bulan Rp 600.00.” tutur Juna.
Kondisi rumah Sazkia yang ditinggali bersama adik-adiknya sudah cukup bagus, apalagi Dandim Polmas memberikan bantuan bahan bangunan serta membantu pembangunan MCK dan lantai depan rumah.
Demikian juga bagian rumah lainnya, sudah banyak yang berubah menjadi lebih baik lagi setelah beberapa kali dikunjungi para dermawan yang peduli akan kondisi Sazkia. (***)