MAMUJU, RADAR SULBAR–Pemberhentian perangkat desa kerap terjadi saat bergantinya pejabat kepala desa. Tidak sedikit proses penggantian itu diadukan karena dinilai dilakukan secara sepihak oleh oknum kades.
Tercatat sejak 2018 di Sulbar, Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Sulawesi Barat menerima 65 aduan dari enam kabupaten.
Khusus di Mamuju terdapat 9 aduan, empat desa diantaranya yakni Desa Takandeang, Desa Tampalang, Desa Guliling,dan Desa Buttuada.
Kepala Ombudsman Sulbar, Lukman Umar mengatakan, sebenarnya rekomendasi Ombudsman untuk mengembalikan perangkat desa yang diberhentikan itu sudah ditindaklanjuti melalui Rapat Koordinasi dengan Bupati Mamuju, hasilnya memberikan peringatan kepada kades yang diadukan.
Tindakan berikutnya Ombudsman Sulbar mengeluarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) untuk menurunkan tim eksekusi dari Ombudsman Pusat. Jika belum diindahkan maka pihaknya dapat merekomendasikan untuk melakukan pemberhentian sementara terhadap kepala desa tersebut.Untuk melayangkan LHP tentu melalui prosedur.
“Minimal 14 hari kerja setelah dikeluarkannya rekomendasi, belum ada tindakan itu dikeluarkan LHP,” terang Lukman, saat ditemui usai Rapat Dengar Pendapat di DPRD Sulbar, Selasa 24 Mei.
Kata dia, pihaknya masih menunggu perkembangan dari Pemkab Mamuju mengenai tindak lanjut rekomendasi Ombudsman. “Perkembangan terakhir, PMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Pemkab Mamuju) memberikan peringatan ke Kepala Desa. Kita hargai sehingga kita menunda LHP karena ada peringatan,” katanya.
Dia pun menjelaskan, dalam mengeluarkan rekomendasi terlebih dahulu memastikan bahwa aduan tersebut betul sesuai kondisi di lapangan. Selain itu, penindakan terhadap aduan tentu merujuk Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Sebab Kata dia, terdapat pula aduan yang memang ditemukan kesalahan dari pihak perangkat desa.
“Ada yang memang tidak pernah masuk berkantor sehingga diberhentikan,” bebernya.
Dia pun mengingatkan, saat keluarnya LHP itu bisa menjadi dasar memberhentikan sementara Kepala Desa. Bercermin dengan kasus di Pasangkayu sebelumnya. “Di Kabupaten Pasangkayu kami keluarkan LHP. Kami minta Bupati berhentikan sementara kepala desa. Sehingga kami kemudian, sebelum proses rekomendasi lahir, datanglah dari Jakarta (Ombudsman Pusat). Lalu dilakukan pertemuan di Pasangkayu. Saat itu dihadiri wakil bupati dan memperingati kepala desanya. Sejak saat itu tidak ada lagi kades yang berhentikan perangkat desanya,” tegas Lukman. (imr)