MAMUJU, RADARSULBAR — Pemerintah, DPR RI dan KPU RI membahas untuk memangkas masa kampanye Pemilu 2024. Dari sebelumnya selama 120 hari, menjadi hanya 75 hari.
Awalnya, durasi kampanye selama 120 hari itu dirancang dan diusulkan KPU RI dengan beberapa pertimbangan. Durasi kampanye didesain lama karena saat bersamaan, space waktunya juga digunakan untuk persiapan logistik. Namun dengan pengadaan yang didesain lebih simpel, durasi kampanye bisa ditekan.
Selain penyederhanaan pengadaan, instrumen lain yang disepakati untuk memangkas durasi kampanye adalah adanya kodifikasi hukum acara pemilu. Dengan begitu, sengketa pencalonan bisa lebih cepat dan daftar calon yang dibutuhkan untuk produksi surat suara juga lebih cepat didapat.
Namun demikian, rencana pemangkasan itu membuat penyelenggara di daerah menjadi was-was soal potensi keterlambatan pengadaan barang dan jasa atau logistik pemilu. Masa kampanye yang dipersingkat itu dinilai berpotensi membuat pengadaan barang dan jasa atau logistik mulur dari jadwal. Sebab, selama ini proses pengadaan logistik bersamaan atau masuk dalam masa kampanye.
Ketua KPU Sulbar, Rustang mengatakan, pemangkasan masa kampanye jadi 75 hari tersebut memaksa pihaknya harus mengantisipasi keterlambatan pengadaan logistik. “Kalau singkat masa kampanyenya, mudah-mudahan aman untuk diadakan dan didistribusikan. Karena selama ini masa kampanye bersamaan dengan pengadaan logistik. Itu akan sangat mengancam keterlambatan. Mudah-mudahan pemerintah menjamin ketersediaan bahan baku itu,” kata Rustang, saat dikonfirmasi, Senin 16 Mei.
Menurutnya, keterlambatan pengadaan logistik bisa terjadi lantaran pihak ketiga atau penyedia barang dan jasa tidak mampu memenuhi logistik di waktu singkat. Meski KPU Sulbar mempercepat proses lelang, Rustang mengaku, itu belum tentu memberikan jaminan penyedia atau pihak ketiga bisa memenuhi target waktu yang diberikan.
“Kalau misal bahan baku yang dibutuhkan penyedia tidak ada di Sulsel (Makassar), tentu harus ke Jawa. Nah waktu yang digunakan mendatangkan logistik itu, apakah sesuai atau tidak. Sampai pada proses pendistribusiannya,” jelasnya.
Untuk itu, kata dia, pihaknya masih menunggu regulasi terkait perubahan masa kampanye tersebut. Apakah proses pengadaannya di luar dari masa kampanye atau tetap. “Tentu ada lagi Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) yang mengatur,” bebernya.
Terkait estimasi anggaran, Rustang menyebutkan, hal tersebut tidak bakal banyak berpengaruh ketika pemerintah menyediakan anggaran yang memadai. “Selama pemerintah menurunkan anggaran yang memadai tidak ada masalah,” tuturnya.
Sementara, Ketua Bawaslu Sulbar Sulfan Sulo menyebutkan, masa kampanye merupakan sarana pendidikan politik bagi masyarakat. Tentu masa kampanye yang dipangkas bakal berdampak pada pendidikan politik.
“Jika demikian, kita berharap pendidikan politik bisa dimulai dari awal melalui visi misi program dan sebagainya,” tuturnya. Sisi lain, Sulfan juga berpandangan, dipangkasnya masa kampanye dapat mempermudah pengawasan. Apalagi selama ini pelanggaran paling banyak terjadi di masa kampanye.
Namun, lanjut dia, secara umum Bawaslu akan melihat regulasinya. Termasuk bagaimana mekanisme kampanye di Pemilu 2024, nantinya.
Tunggu Regulasi
Terkait pemangkasan masa kampanye ini, KPU Majene masih menunggu regulasi. Ketua KPU Majene Arsalin Aras mengatakan wacana pemangkasan menjadi 75 hari masa kampanye masih sebatas rapat konsinyasi tertutup antara pemerintah, penyelenggara Pemilu dan DPR RI.
“Kepastian untuk segalanya, sebaiknya menunggu hasil rapat di Komisi II (DPR RI), Rabu 18 Mei, sebagai keputusannya,” ucapnya Senin 16 Mei.
Ia berharap, selain membahas soal masa kampanye, dibahas dan ditetapkan pula segera PKPU terkait tahapan, program dan jadwal Pemilu 2024. Sehingga terkait durasi masa kampanye secara resmi bisa segera diputuskan dan ditetapkan lalu dituangkan di PKPU. “Agar pelaksanaan pesta demokrasi bisa berjalan dengan lancar dan aman,” harapannya.
Hal sama disampaikan Ketua KPU Mamasa Jony Rambulangi. Menuritnya, sampai saat ini PKPU tentang jadwal tahapan belum diperolehnya. “Kita sebagai penyelenggara di tingkat bawah, membutuhkan PKPU untuk kepastian aturannya,” terangnya pada Radar Sulbar, Senin 16 Mei.
Meski pun, ia tidak menafikan telah mendengar adanya pemangkasan masa kampanye. Namun, pihaknya tidak bisa berkomentar banyak jika PKPU belum diterima. Sebab, sampai kini pihaknya masih menunggu PKPU yang digadang-gadang akan turun sebelum tahapan pemilu di mulai pada Juni mendatang.
Ia menjelaskan, KPU RI merupakan regulator dan KPU Sulbar adalah koordinator sementara KPU Kabupaten merupakan eksekutor. “Sehingga kami yang di kabupaten tergantung perintah yang tertuang di PKPU,” sebutnya.
Ia menambahkan, jika tahapan akan dimulai, tentunya PKPU dikeluarkan. Termasuk mengatur tahapan pemilu. (r2-r4-ajs/dir)