MAMUJU, RADARSULBAR — Tiga tersangka sindikat kecurangan Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) tahun 2021 di Sulbar, terancam hukuman 10 tahun penjara.
Mereka adalah A (29), F (38) dan T (37). Masing-masing tersangka memiliki peran yang berbeda. Tersangka A sebagai pencari peserta, sekaligus penjawab soal dari jarak jauh. Tersangka F berperan sebagai konfigurator aplikasi Zoho Meeting (Zoho Assist) dan jaringan.
Sedangkan tersangka T merupakan oknum staf Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulbar, yang melakukan instalasi aplikasi pada komputer peserta. “Tersangka F dan A memiliki tempat Bimbel (Bimbingan Belajar, red) di Makassar. Di situlah peserta dan tersangka ketemu dan membicarakan hal tersebut. Kesepakatannya jika SK CPNS sudah diterima peserta, maka tersangka bakal diberi Rp 200 juta per peserta,” kata Dir Reskrimsus, Kombes Pol Afrizal, saat menggelar konferensi pers di Mapolda Sulbar, Senin 25 April 2022.
Menurutnya, tersangka A dan F telah pernah melakukan hal serupa di beberapa daerah di Sulawesi. Seperti di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah (Sulteng), Enrekang, Toraja dan Kota Makassar di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Kombes Pol Afrizal mengaku, pemasangan aplikasi Zoho Meeting (Zoho Assist) dilakukan dua hari sebelum pelaksanaan ujian berlangsung, pada 14-25 September 2021. Pemasangan aplikasi dilakukan secara terstruktur dan melibatkan beberapa pihak. Termasuk dengan melibatkan dua orang yang saat ini masuk Daftar Pencarian Orang (DPO), yakni B dan M.
Dua orang tersebut, kata dia, ikut membantu tersangka F memasang aplikasi tersebut. Hanya saja, polisi belum merilis siapa dan apa peran dua DPO tersebut. “Soal-soal peserta dikerjakan tersangka F dan A secara jarak jauh, yakni di salah satu hotel di Makassar,” jelasnya.
Kini polisi masih terus mendalami persoalan tersebut. Termasuk menelusuri adanya dugaan keterlibatan oknum pejabat tinggi di instansi teknis pelaksana ujian ini Sulbar. “Besar kemungkinan ada tersangka baru. Kalau peserta yang terlibat hanya sebatas saksi, mereka itu korban,” jelasnya.
Tersangka dikenakan Pasal 48 Ayat (1) Jo Pasal 32 Ayat (1) dan/atau Pasal 46 Ayat (1) Jo Pasal 30 Ayat (1) dan/atau Pasal 50 Jo Pasal 34 Ayat (1) Huruf a UU RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 19 Tahun 2016. “Ancaman hukuman pidana enam tahun sampai dengan sepuluh tahun,” tandasnya.