MAMUJU, RADARSULBAR – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Perjuangan, Mamuju Tengah (Mateng), menilai kebijakan Presiden RI Joko Widodo, terkait larangan ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) harus mempertimbangkan beberapa aspek.
Ketua Apkasindo Perjuangan Mateng, Sopliadi mengatakan, kebijakan larangan ekspor bisa saja dilakukan, asalkan CPO di Indonesia tidak hanya dikelola menjadi minyak goreng saja.
Melainkan dikelola dalam berbagai macam olahan. Seperti pembuatan kosmetik, bahan makanan, bahkan sebagai bahan bakar Bio Disel.
“Kalau tanggapan saya, itu bisa dilakukan dengan catatan harus benar-benar dikelola. Apalagi Indonesia menjadi salah satu penghasil CPO terbesar di dunia,” kata Sopliadi, Sabtu petang 23 April 2022.
Namun, kata dia, ketika hal tersebut tak mampu dilakukan, maka kebijakan larangan ekspor tidak bisa diterapkan saat ini.
“Ketika itu mampu dikelola tanpa dieskpor, itu lebih bagus. Kita juga ingin ekonomi Indonesia mandiri secara nasional. Tapi ketika itu tidak bisa dilakukan, konsekuensinya bakal merugikan semua pihak,” ujar Sopliadi.
Menurutnya, konsekuensi paling nyata adalah harga CPO dalam negeri bakal turun karena pasokan CPO bakal melimpah, sementara pengelolaannya tidak ada.
“Apalagi petani sedang menikmati puncak harga sawit. Jadi, tidak boleh pemerintah mengeluarkan kebijakan tanpa mempertimbangkan aspek sosilogisnya. Jangan sampai barang menumpuk tapi tidak diekspor, itu sangat merugikan,” tandasnya.
Sekadar diketahui, Presiden RI Joko Widodo, mengeluarkan aturan yang mengejutkan industri kelapa sawit. Yakni larangan ekspor minyak goreng (migor) dan CPO.
Kebijakan ini akan diberlakukan mulai Kamis 28 April, sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Presiden hanya mengatakan sampai stok CPO untuk pembuatan migor di dalam negeri melimpah dan harga migor bisa kembali terjangkau masyarakat. (ajs)