62 Tahun PMII : Alat Produksi Yang Terancam Punah

  • Bagikan

SETIAP masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya. Kalimat ini penting menjadi pengantar untuk semua jenis organisasi, khususnya organisasi berbasis mahasiswa yang dideklarasikan sejak 17 april 1960 di Surabaya dengan nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau disingkat PMII.

Oleh: REFLI SAKTI SANJAYA (Sekum PC PMII Mamuju)

Pentingnya yaitu jika kita ingin sejenak merenungi perkembangan sampai pada bagian perumusan harapan-harapan baru terhadap keberlangsungan organisasi yang sesuai dengan tantangan zaman. Dari Masa ke masa tentu PMII mempunyai corak tersendiri baik di wilayah konsumsi wacana, pilihan strategi dan taktik gerakan, sampai dengan aktivitas sehari-hari kader baik di dalam maupun di luar lingkungan sekretariat.

Dulunya basis kader PMII didominasi latarbelakang santri pesantren yang notabenenya dari anak kiai kampung, anak pedesaan, anak petani, anak nelayan, bahkan anak buruh yang hampir semuanya terkategori kelas ekonomi menengah ke bawah. Tentu hal itu sangat mempengaruhi keberlangsungan organisasi, terbukti dengan dulu lebih mendominasinya kader di kampus-kampus agama (yang biayanya tentu tak semahal kampus umum negeri ternama) bahkan sampai gaya berpolitiknya pun sangat terkesan populis yang selalu berputar di lingkaran kerakyatan. Namun dengan bergantinya zaman, kader-kader yang berlatarbelakang anak perkotaan, anak pejabat, anak konglomerat, anak pengusaha, atau umumnya yang terkategori kelas ekonomi menengah ke atas pun ikut mewarnai tubuh PMII. Itu artinya tak jarang lagi menemukan kader PMII di kampus umum negeri sekelas UI, UGM, ITB, dan lainnya. Bahkan sampai kampus di luar negeri pun saat ini sudah ada kader PMII nya. Tentu hal ini juga sangat mempengaruhi keberlangsungan organisasi PMII dalam hal kemajuan pun sekaligus tantangan. Gaya berpolitik nya yang sudah terkesan elitis pun adalah bagian dari dialektika internal organisasi PMII untuk menyesuaikan dengan zaman. Sebagai penulis tentu saya menganggapnya adalah tantangan besar jika tidak dihadapi dengan persiapan yang besar pula.

Sejak lahir sampai di usia 62 tahunnya ini kita tahu bahwa PMII telah menjadi alat produksi yang mencetak kader-kader diberbagai ragam karakter. Kalau dulu mungkin rata-rata karakter kader yang lahir sukanya kajian, diskusi, membaca, mengorganisir rakyat, sampai dengan berdemonstrasi. Nah sekarang sejak digitalisasi semakin massif memasuki dunia kita, banyak hal baru yang menjadi kecenderungan aktivitas kader sehingga membentuk karakter mereka tersendiri. Terlepas dari itu tak sedikit terhitung jumlahnya para alumni PMII yang menyebar bekerja diberbagai ruang-ruang negara dengan berbagai keahliannya masing-masing.

Saat pandemi Covid-19 menyerang berbagai negara khususnya Indonesia, kebiasaan aktivitas masyarakat sangat lah banyak bergeser. Tentunya karena keterbatasan interaksi langsung, dan berbagai syarat dalam protokol kesehatan. Ini sudah jadi rahasia umum. Mau tak mau masyarakat Indonesia bahkan masyarakat PMII dalam kondisi itu cenderung beraktivitas banyak di depan layar gadget jikalau ingin berinteraksi dengan sesama manusia lain. Cara-cara instan lahir membersamai pandemi ini, dan itu membuat kebiasaan baru di tengah masyarakat. Mulai dari cara masyarakat memanfaatkan kurir, grab, atau alat transportasi lainnya yang lebih instan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan bahkan sampai persoalan dapur. Juga para pedagang online yang baru membludak, namun dengan cara berbeda yaitu lebih kepada pemanfaatan dunia digital sebagai tempat pemasaran yang lebih efisien. Perkawinan kepentingan baru yaitu antara online shop (toko online) dan para jasa pengantaran (kurir) semakin membludak di tengah pandemi. Tentu demi mengurangi mobilisasi masyarakat sebagai tantangan di tengah pandemi. Maksud uraian di atas yang berkaitan pandemi adalah sesungguhnya juga mempengaruhi karakter di PMII. Contoh saat ini sudah terbilang tak jarang para kader PMII membuka olshop (online shop) bahkan ada juga yang membuka jasa pengantaran (kurir) dan itu tentu mewarnai karakter kader PMII yang menjadi kecenderungannya saat ini.

Selama pandemi berlangsung pun berhasil melahirkan sistem pendidikan baru baik di sekolah formal maupun non formal (di luar sekolah). Aplikasi Zoom, Google Meeting, video call, menjadi tambahan sarana belajar saat ini. Bahkan seminar atau dialog bersama pun cenderung secara online seperti webinar, dialog online, diskusi online. Hal ini membuat dua irisan baru dalam cara belajar didunia pendidikan baik formal maupun non formal, yaitu cara luring (luar jaringan/interaksi langsung) dan daring (dalam jaringan/online). Hal ini pun tentu sudah menjadi kebiasaan dalam cara belajar kekinian berbagai organisasi mahasiswa, khususnya sebagian warga PMII.

Di sisi lain saat ini pun ada banyak kader PMII yang bidang ilmunya berbasis eksakta. Kreasi di dunia digital pun menambahi menu keterampilan sebagian kader PMII di masa kini. Seperti halnya ada yang ahli dibidang IT seperti desainer, programer, dan lainnya. Media sosial seperti Youtube, Instagram, Facebook, bahkan Tiktok pun tak jarang dijadikan alat sosialisasi organisasi apalagi saat masa recruitment telah tiba.

Perubahan kebiasaan masyarakat adalah tanda perubahan zaman. Selama pandemi Covid-19 memanas, memang tak bisa dipungkiri ada banyak kebiasaan masyarakat yang berubah tapi tentu penulis tidak sebutkan satu-persatu karena keterbatasan catatan. Namun yang terpenting adalah menyadari bahwa masa pandemi Covid-19 adalah masa transisi kebiasaan masyarakat. Setelah pandemi mulai redam, kebiasaan-kebiasaan baru yang lahir saat waktu masih panasnya justru tidak hilang bahkan terus-terusan berlangsung menjadi suatu bentuk kebiasaan masyarakat baru. Memang betul kita tidak bisa menahan perubahan zaman. Kita harus sepakat hal itu. Dan kita hanya bisa menentukan pilihan, baik sebagai orang yang menggiring atau orang yang tergiring dari zaman itu. Kalau menahannya itu bukan kuasa kita sebagai manusia. Tapi belakangan pertanyaan sederhana ini muncul, “Sudah siap kah PMII saat ini menggiring zaman ?”.

Tentunya sahabat-sahabati sekalian perlu kita ketahui bahwa perubahan zaman mengharuskan kita sebagai warga PMII untuk bisa menyesuaikan diri. Kalau tak mampu pastinya akan tergilas oleh zaman, dampak negatifnya jika tergilas zaman adalah PMII akan mencerminkan sifat kolot dan tidak populer. Itu artinya PMII harus selalu mempunyai rumusan rencana dan tindakan baru yang mampu menjawab tantangan setiap zaman demi keberlangsungan organisasi. Tapi dengan catatan bahwa ciri khas manhajul fiqr, cita-cita perjuangan dan keberpihakan pada kaum musthada’fin tak boleh tergantikan pada PMII. Karena itulah hal yang membuatnya istimewa, bahkan berbagai produk pengetahuan ciri khas nusantara mengalir dalam nadi organisasi ini.

Perlu kita sadari bahwa di tengah tantangan zaman saat ini yang mengharuskan PMII menyesuaikan diri, kita masih punya banyak kelemahan yang perlu ditutupi secara bersama-sama. Lemahnya proses assessment kader sebagai pemetaan kecenderungan, juga kurikulum kaderisasi baik dengan cara luring sampai daring, bahkan sampai strategi dan taktik gerakan pun perlu kita susun ulang dengan catatan tidak menghilangkan hal-hal kemarin yang masih relevan bahkan terbilang baik bagi keberlangsungan organisasi. Kita harus sadari pula bahwa saingan PMII saat ini bukan lagi sesama kelompok cipayung plus, melainkan berbagai komunitas pemuda – masyarakat, juga mahasiswa yang berkuliah di luar negeri, sampai dengan lembaga intra kampus modern dan ternama yang justru lebih mampu menyesuaikan diri dengan tantangan zaman. Kata kuncinya selalu soal penyesuaian zaman, karena itu adalah syarat untuk membuat organisasi tetap bertahan dimanapun medan zamannya.

Tulisan ini sebenarnya tidak berharap lebih selain untuk menjadi penyambung kesadaran awal bagi segenap warga PMII terkait bagaimana cara mempersiapkan organisasi tercinta kita dalam menghadapi tantangan zaman. Sebagai masyarakat digital tentunya untuk memulai menjawab tantangan zaman saat ini bisa dilakukan dengan cara sederhana yaitu seperti membuka gadget masing-masing dan menghubungi sahabat-sahabati yang masih ada untuk mulai duduk bersama dan membicarakan dengan serius hasil bacaan kritis kita terkait bagaimana caranya membuat PMII bisa menggiring zaman saat ini. Kalau tidak sama sekali itu artinya kita sepakat hanya berdiam dan menunggu menyaksikan PMII menghadapi kepunahannya. Wallahu a’lam bish-shawab.

Selamat Harlah Pergerakanku yang ke 62 Tahun.
Tangan terkepal dan akan selalu maju kemuka.

  • Bagikan

Exit mobile version