Unjuk Rasa

  • Bagikan

Unjuk rasa besar-besaran pada 1998, menuntut reformasi dan mengatasi maraknya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Ribuan mahasiswa bersama rakyat berbagai elemen menduduki gedung DPR/MPR Senayan, menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.

Pemerintah bereaksi untuk meredam aksi mahasiswa dengan tindakan represif. Mengandalkan tentara dan polisi yang saat itu masih tergabung dalam ABRI. Menyebabkan beberapa aktivis mahasiswa tewas. Peristiwa itu dikenal dengan sebutan Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II, dan Tragedi Lampung, berujung pada pengunduran diri Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan pada 21 Mei 1998.

Aksi unjuk rasa yang dimotori mahasiswa selalu menggeliat terhadap berbagai persoalan bangsa dan rakyat. Pasca-reformasi, mahasiswa dari puluhan perguruan tinggi menguatkan barisan dengan mendirikan Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI).

Pada 2008, aksi mendesak pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menasionalisasi aset-aset strategis, dan mewujudkan pendidikan yang merata. Mendesak juga penuntasan kasus korupsi, dan persoalan lingkungan yang disebabkan lumpur Lapindo.

Pada 2019, unjuk rasa mahasiswa terjadi di kota-kota besar seluruh Indonesia menentang beberapa kebijakan pemerintahan Joko Widodo. Aksi unjuk rasa lantang menyebut reformasi dikorupsi. Mahasiswa menolak beberapa undang-undang, seperti revisi UU KPK karena akan melumpuhkan komisi anti rasuah, dan UU Cipta Kerja. Selain itu, mendesak pengesahan RUU PKS (pencegahan kekerasan seksual) dan penyelesaian kasus pelanggaran HAM.

Unjuk rasa sudah dikenal sejak masa Yunani kuno. Berupa pemberontakan para budak. Aksi pemberontakan tidak hanya mencirikan masyarakat kuno. Tapi juga melambangkan masyarakat feodal seluruh dunia. Beberapa aksi berlangsung damai, tapi ada juga yang berakhir dengan kerusuhan.

Pada abad ke-13, banyak orang di Inggris menjadi budak kekuasaan feodal. Memicu terjadinya pemberontakan terhadap Raja John. Pemberontakan tersebut, merupakan embrio lahirnya piagam Magna Charta. Salah satu isinya menegaskan bahwa kekuasaan raja harus dibatasi. Piagam Magna Charta menekankan bahwa HAM (hak asasi manusia) lebih penting dari kekuasaan, politik, dan hukum, merupakan pondasi kebebasan individu untuk melawan kesewenang-wenangan.

Demonstrasi hak sipil masyarakat kulit hitam terjadi di Amerika Serikat tahun 1960, memprotes diskriminasi ras kulit putih dan kulit hitam. Demonstrasi menolak Perang Vietnam yang dimotori Matin Luther King, terjadi Maret 1967. Lima ribuan orang membanjiri jalan raya Chicago, AS mengecam pemerintah AS yang mengirimkan 3.500 pasukan ke Perang Vietnam.

Melakukan unjuk rasa atau demonstrasi sebagai bentuk penyampaian aspirasi atau protes terhadap pemerintah adalah hak rakyat yang dilindungi konstitusi. UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Merupakan salah satu produk penting reformasi, sehingga Indonesia diakui dunia sebagai negara demokratis. Yang perlu diingat, unjuk rasa dilakukan dengan damai, tidak merusak atau anarkis. Menegakan aturan bukan dengan melanggar aturan.

Penguasa yang bertindak menghalangi unjuk rasa, tidak hanya mengabaikan konstitusi dan melanggar UU. Lebih dari itu, sengaja menghianati reformasi. “Pemimpin yang baik harus bersedia mendengar suara rakyat. Kalau tidak bersedia (mendengar), pada dasarnya belum siap jadi pemimpin,” begitu kalimat bijak seorang tokoh demokrasi. (***)

  • Bagikan