John Elkington (1998) dalam bukunya “Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business”, mengemukakan bahwa untuk menjaga keberlangsungan bisnis, maka penting bagi sebuah perusahaan untuk menjadikan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai suatu strategi bisnis.
Oleh: Anfas, Direktur UT Majene
Walaupun sebenarnya konsep CSR ini sudah mulai didengungkan sejak tahun 1970-an, namun lewat buku Elkington tersebut di atas, CSR mulai diterima sebagai suatu konsep ilmiah dan dapat dibuktikan secara empiris mampu meningkatkan nilai perusahaan.
Maka seiring berjalannya waktu, program CSR akhirnya dipandang sebagai bagian dari investasi perusahaan demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) perusahaan dan bukan lagi dilihat sebagai sarana biaya (cost centre).
CSR sudah menjadi sarana meraih keuntungan (profit centre), karena akan menjadi salah satu variabel yang menjadi penilaian investor dalam menginvestasikan modalnya di perusahaan tersebut (Afdal Kurnia dkk, 2019).
Konsep CSR ini terus berkembang menjadi Corporate Social Innovation (CSI). Dimana praktik-praktik CSR telah berubah, dari program yang hanya sekedar memberikan pemahaman (understanding) menjadi program yang terinternalisasi dalam bentuk perilaku (Jasanta Peranginangin, 2020).
Karena saat ini kiblat ilmu pengetahuan dan teknologi ada di dunia barat, maka konsep Elkington di atas, kita jadikan sebagai rujukan ilmiah tanpa ada bantahan/keraguan sama sekali. Bahkan para ilmuan (akademisi) kita menjadikannya sebagai rujukan utama dalam penelitian-penelitiannya. Kesimpulan dari hasil penelitian merekapun rata-rata sama, bahwa CSR mampu menigkatkan nilai perusahaan.