MENARIK membaca tulisan Nurdiyah di kolom Opini Radar Sulbar edisi 8 Maret 2022. Nurdiyah mengulas pentingnya kembali memperhatikan minyak Mandar sebagai produk khas unggulan daerah.
OLEH: ANFAS, Direktur UT Majene
Minyak Mandar memang sudah terkenal sejak dulu. Namun seiring perkembangan zaman sudah mulai dilupakan. Kalah saing dengan minyak goreng kemasan yang dihasilkan dari kelapa sawit.
Di Sulbar banyak perkebunan kelapa sawit. Namun rupanya itu tidak mampu menjamin kita terbebas dari krisis minyak goreng, yang tiba-tiba menjadi langka dan sulit dicari di pasaran. Untuk itu, saya sepakat dengan apa yang dikatakan oleh Nurdiyah, bahwa Pemda sudah saatnya kembali membangun usaha minyak mandar berbasiskan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Mengapa harus berbasis UMKM? Sebab masih punya peluang untuk tumbuh berkembang di masa yang akan datang. Tinggal dibuatkan klaster-klasternya. Mulai dari petani kelapa, pembuat minyak Mandar hingga sampai penjualnya. Dipetakan dengan baik, agar jalur distribusinya lancar untuk menjamin stok di pasaran. Permodalan, alat produksi hingga pemasarannya juga harus diperhatikan.
Teringat saat saya ngobrol dengan Kepala Cabang BRI Majene. Beliau menuturkan, sebenarnya mereka siap mengucurkan modal usaha UMKM. Hanya saja, dukungan data UMKM oleh pemda sangat minim. Padahal data itu diperlukan oleh bank untuk melihat mana UMKM potensial yang dapat diberikan suntikan modal agar dapat tumbuh berkembang. Maka tak heran jika sampai saat ini kucuran modal usaha di Sulbar boleh dikatakan masih sangat minim.
Bank tidak mungkin dengan mudah memberikan modal, jika UMKM tidak memiliki jaminan pinjaman. Kendala klasik yang selama ini dialami UMKM. Maka menurut saya, butuh peran pemda sebagai penjamin.
Di Radar Sulbar edisi 9 Februari 2022, disebutkan pertanggungjawaban keuangan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sulbar pada Pemprov Sulbar atas penyertaan modal sebesar Rp 1,5 miliar, belum mendapat kejelasan.