Demokrasi dalam Bahaya Jika Terjadi Penundaan Pemilu

  • Bagikan

JAKARTA – Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago menyebut demokrasi Indonesia sedang dalam bahaya menyusul adanya wacana penundaan Pemilu 2024 yang disampaikan beberapa partai politik (parpol).

Sementara, KPU telah menerbitkan surat keputusan tentang hari dan tanggal pemungutan suara Pemilu Serentak Tahun 2024, yakni 14 Februari. “Kita (bangsa, red) tidak boleh mundur kembali dari demokrasi,” kata Pangi dalam pernyataannya pada Senin 7 Maret 2022.

Dia menyebut demokrasi merupakan produk reformasi sehingga perlu diperjuangkan eksistensinya. Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting itu mengatakan tidak ada rezim yang bisa bertahan tanpa legitimasi rakyat.

“Kalau rakyat menolak penundaan pemilu dan menolak penambahan masa jabatan presiden, itu sebetulnya sama dengan vitamin untuk memperkuat daya tahan tubuh,” ucap Pangi.

Menurut dia, menunda pemilu akan menghilangkan kualitas demokrasi negara karena rakyat yang seharusnya berkuasa di Indonesia, bukan kuasa oligarki. “Negara tidak boleh tergelincir menjadi despotisme (sewenang-wenang),” ujar pria berdarah Minang itu.

Pangi mengatakan, penundaan pemilu dan penambahan masa jabatan presiden merupakan bentuk regresi demokrasi. Dia mengaku khawatir terhadap potensi kemunduran demokrasi dan kembalinya rezim otoriter. “Asumsi itu semakin menempel pada pemerintahan saat ini, anasir Presiden Jokowi sedang bermain dengan konfigurasi aktor politik nondemokratis,” tutur Pangi.

Dia lantas membeber data surveo Voxpol Center Research and Consulting pada Juli 2021 yang menunjukkan penolakan masyarakat terhadap wacana tersebut. Pangi menggambarkan bahwa sebanyak 73,7 persen responden mengaku tidak setuju dengan usulan penambahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode. 34,4 persen di antaranya beralasan wacana itu mengakibatkan kemunduran demokrasi dan 28,2 persen lainnya menolak karena menilai regenerasi kepemimpinan negara akan mandek.

Kemudian, 9,9 persen dari responden yang menolak usulan perpanjangan masa jabatan presiden mengaku menghindari KKN dan oligarki. Sementara, ada 8,7 persen mengaku tidak mau mengkhianati demokrasi dan 4,6 persen lainnya menilai usulan tersebut bertujuan untuk menjebak presiden. (jpnn)

  • Bagikan