MAMUJU – PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Patra Niaga, Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero) menaikkan harga Liquefied Petroleum Gas (LPG)/Elpiji non subsidi sejak Minggu 27 Februari 2022.
Seujurus dengan hal itu, Admin PT Kalsum Gas Mamuju Fadri mengatakan, sudah ada kepastian kenaikan harga. Namun, hal tersebut baru akan diterapkan hari ini, Selasa 1 Maret. “Kita pertimbangkan biaya solar, kendaraan dan operasional lain. Tapi, kita ancang-ancang tabung 12 kg kisaran Rp 208.000 hingga Rp 210.000 dari harga Rp 191.000. Sedangkan tabung 5,5 kg, Rp 102.000 dari harga Rp 91.000,” kata Fadri, Senin 28 Februari 2022.
Sebab, kata dia, penentuan harga elpiji non subsidi mesti mempertimbangkan jarak radius. Kalau jarak agen dan penyuplai sudah lebih dari radius 60 km, maka agen bisa menentukan sendiri harga dengan pertimbangan operasional pengiriman.
“Makanya kami bersama beberapa agen di Mamuju terlebih dahulu menentukan berapa harga sebelum ditetapkan. Karena jaraknya dari penyuplai sudah lebih dari 60 Km. Penyuplai kita di Kota Parepare, Sulsel,” tuturnya.
Saat ini, kata dia, stok elpiji non subsidi masih ada meski sisa sedikit di gudangnya. Penyuplai beberapa hari ini tak melakukan pengiriman karena tanggal merah. “Besok (hari ini) baru order. Kemungkinan Rabu barangnya sudah ada,” ujarnya.
Ia mengaku, tidak ada persiapan khusus dalam menyambut ramadan. Sebab, biasanya gas non subsidi tidak bakal mengalami kelangkaan seperti gas subsidi.
Hal sama juga disampaikan Manajemen PT Hamirna Mitra Tama Mamuju Tati Munir. Menurutnya, harga gas non subsidi ukuran 5,5 kg naik menjadi Rp 112.000 dan ukuran 12 kg naik menjadi Rp 208.000. “Kalau elpiji subsidi tidak mengalami kenaikan harga,” ungkapnya.
Tati mengaku, tidak mengetahui alasan kenaikan harga tersebut. Ia hanya menerima surat pemberitahuan kalau harga gas non subsidi akan naik.
Naik Dua Kali
Dalam kurun waktu dua bulan terakhir, elpiji non subsidi mengalami kenaikan sebanyak dua kali. Yakni pada 25 Desember tahun lalu dan pada 27 Februari tahun ini.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Polman Andi Chandra Sigit yang dikonfirmasi membenarkan adanya kenaikan harga elpiji non subsidi sebesar Rp. 15.500 rupiah perkilogram. “Kenaikan di Desember tahun lalu sekira Rp 12.000. Dan akhir bulan ini naik lagi Rp 15.500,” terang Andi Chandra Sigit.
Diharap Tak Pengaruhi Harga Komoditas
Naiknya harga elpiji disebut-sebut imbas dari agresi militer Rusia kepada Ukraina. Harga Contract Price Aramco (CPA) atau gas dunia mengalami kenaikan hingga mencapai 27 persen dibandingkan Desember 2021.
Senior Supervisor Communication and relationship PT. Pertamina Regional Sulawesi Taufik Kurniawan mengatakan, kenaikan harga tersebut turut mempengaruhi harga elpiji non subsidi di Indonesia.
“Sedang terjadi ketegangan di Eropa, menyebabkan kenaikan gas dunia meningkat. Sehingga kita mengikuti harga pasar dunia,” ujar Taufik, Senin 28 Februari.
Konsusmsi elpiji non subsidi secara nasional sebesar 6,7 persen. Khusus di wilayah Sulawesi, mencapai 10 persen. Menurutnya, itu terbilang kecil namun penting untuk mengantisipasi imbas dari kenaikan tersebut. “Ini diharapkan ini tidak memicu stabilitas harga yang lain,” ujar Taufik, Senin 28 Februari 2022.
Disebutkan, harga yang berlaku pada agen untuk wilayah Sulsel, Sulbar dan Sulteng, elpiji 5,5 kg seharga Rp 91.000. Sedangkan ukuran 12 kg harganya Rp 189.000. Pada wilayah Buton, Gorontalo dan Sultra, elpiji 5,5 kg seharga Rp 94 ribu hingga Rp 97.000. Sedangkan elpiji 12 kg seharga Rp 194.000 hingga Rp 97.000. “Penentuan harga disesuaikan dengan biaya transportasi barang,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, perubahan harga elpiji non subsidi bersifat fluktuatif. Itu bergantung situasi gas dunia. Karenanya masyarakat harus mampu berdaptasi atas perubahan harga yang terjadi setiap saat.
Fokus Awasi Tabung Melon
Kenaikan elpiji non subsidi ini diharapkan tidak berimbas pada harga tabung 3 kg. Meski begitu, Pemerintah akan memaksimalkan pengawasan. Khususnya ketersediaan pasokan elpiji subsidi. Dengan kenaikan harga elpiji non subsidi, bisa saja menjadi pemicu sejumlah konsumen beralih ke penggunaan elpiji 3 kg. Untuk itu, perlu memassifkan operasi pasar.
“Jangan sampai terjadi kelangkaan dan menyebabkan terjadi kenaikan harga. Perlu operasi pasar yang lebih massif, memastikan tidak ada permainan harga di pasar dan distributor,” ungkapnya.
Pejabat Fungsional Analis Kebijakan Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulbar Farid Asyhadi mengatakan, pemerintah telah fokus menjaga stabilitas harga elpiji subsidi, serta memastikan pasokan tabung melon itu tepat sasaran.
Dia pun mengaku, harga elpiji bersubsidi tidak berpengaruh terhadap naiknya harga elpiji non subsidi. Apalagi, pemerintah sudah mengeluarkan keputusan atas harga yang berlaku di masing masing daerah. “Untuk elpiji bersubsidi itu tak berubah. Jadi sudah ada harga yang ditetapkan pemerintah,” bebernya.
Disebutkan, saat ini untuk kuota elpiji subsidi di Sulbar tahun 2022 sebesar 30.747 Metrikton (MT) dengan sebaran Majene 4.065 MT, Mamasa 3.057 MT, Mamuju Tengah 3.592 MT, Pasangkayu 3.389 MT, Polman 9.423 MT dan Mamuju 7.221 MT. Adapun HET di pangkalan Rp 18.500.
Sementara, Wakil Ketua DPRD Sulbar Abdul Rahim mengatakan, saat ini masyarakat sedang mengalami kesulitan akibat kelangkaan minyak goreng. Dan kini ditambah dengan kenaikan harga elpiji. Menurutnya, meski elpiji 3 kg tak mengalami kenaikan, namun sudah sering terjadi kelangkaan menjelang hari raya.
“Apalagi ini kita sudah mau memasuki bulan Ramadan. Kasian masyarakat kalau terjadi lagi kelangkaan besar-besaran,” ungkapnya.
Dia menambahkan, terbatasnya pasokan kerap menjadi kesempatan menaikkan harga. Olehnya, penting melakukan operasi pasar untuk memastikan tak ada penimbun dan elpiji bersubsidi tepat sasaran. (arf-ajs-imr/dir)