Penangkaran Buaya di Mateng Kekurangan Sarana Penunjang

  • Bagikan

MATENG – Penangkaran buaya yang berlokasi di Dusun Babana Desa Babana Kecamatan Budong-Budong, Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng), masih memiliki banyak kekurangan. Potensi objek wisata tersebut sangat membutuhkan dukungan.

Pengelola penangkaran buaya, Rusli Paraili mengatakan, penangkaran buaya yang sedang dikembangkan itu sangat membutuhkan mesin penguras air. Fasilitas tersebut belum dimiliki, sementara kolam penangkaran harus selalu dibersihkan. Proses ini sangat membutuhkan tenaga penguras dan pengisian air. “Makanya kita sangat membutuhkan mesin alkon. Sementara kami tak punya dana,” terangnya saat ditemui dilokasi penangkaran buaya, Sabtu 19 Februari 2022.

Ia menjelaskan, penangkaran miliknya itu telah menampung 25 ekor buaya. Ukurannya beragam. Terkecil, sebesar botol dan paling besar berukuran 5 meter. Semua adalah hasil tangkapannya di muara Sungai Budong-budong setahun terakhir. Predator tersebut dipelihara secara terpisah.

“Sekarang kita sudah memiliki empat petak kolam. Tiga petak kita bangun secara swadaya dan satu petak adalah bantuan Pemkab Mateng melalui Dinas Kelautan dan Perikanan,” jelas Rusli yang dikenal sebagai pawang buaya itu.

Lanjut dijelaskan, kolam bantuan swadaya masyarakat seluas 5 x 10 meter, namun terbagi tiga petak. Sedangkan bantuan DKP Mateng seluas 15 x 15 meter. Pengadaan pagar penghalau buaya tersebut bersumber dari DAU APBD TA 2021 sebesar Rp93 Juta. “Bangunan ini sangat membantu kami karena dapat menampung belasan ekor buaya dewasa,” ungkap ayah empat anak itu.

Hanya saja, sambung Rusli, biaya untuk pakan juga menjadi masalah. Buaya tersebut membutuhkan sedikitnya 16 ekor ayam dalam lima hari. Sementara harga ayam saat ini mencapai Rp 65.000/ekor. “Ini juga sangat membutuhkan perhatian khusus, jika tidak buaya terancam kelaparan,” keluhnya.

Ia menjelaskan, penangkaran buaya yang dikelola saat ini merupakan usalan masyarakat setempat. Sehubungan kasus buaya menerkam manusia sudah semakin meresahkan. Bahkan tahun lalu tiga korban hanya dalam beberapa bulan.
Satu korban diterkam di Sampaga, dan dua korban di Barakkang. Setiap kejadian, pria berambut gondrong itu selalu dihadirkan untuk menangkap pemangsa. “Inilah yang mendasari kami berinisiatif membuat penangkaran. Buaya yang tertangkap kami kandangkan agar tidak lagi menelan korban,” ungkapnya.

Menurut Rusli, manusia yang jadi korban dimangsa buaya dalam beberapa tahun terakhir, jumlahnya sudah puluhan. Di Budong-budong tercatat empat korban. Tobadak sedikitnya tiga korban. Polohu juga 1 korban, yakni warga Bulukumba yang diterkam di Bulurembu. Hingga kini mayatnya belum ditemukan.
Sedangkan diwilayah Kambunong mencapai 27 korban. “Ini belum termasuk Pasangkayu,” kata pria 40 tahun itu.

Selain manusia, kata Rusli, sejumlah hewan ternak milik warga juga kerap jadi korban. Seperti yang terjadi di Dusun Patulana Desa Budong Budong, 12 ekor kambing dimangsa buaya. Selain itu, seekor sapi di Desa Babana juga jadi korban. “Buayanya berukuran 4 meter tapi kami sudah tangkap. Sekarang jadi penghuni penangkaran,” ungkapnya.

Pawang buaya tersebut mengatakan, saat ini Ia menyiapkan lahan seluas satu hektar untuk pengembangan penangkaran kedepan. Lahan miliknya itu akan dihibahkan demi membantu masyakat mengatasi keganasan buaya. “Hanya saja sekarang ini kami butuh dukungan fasilitas,” tandasnya. (kdr)

  • Bagikan

Exit mobile version