MUI dan NU Satu Suara: Haji Secara Virtual Tidak Sah

  • Bagikan

JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Nahdatul Ulama (NU) sepakat ibadah haji secara virtual haji Metaverse hukumnya tidak sah.

Ketua MUI, KH Cholil Nafis mengatakan pelaksanaan haji di Metaverse adalah alam khayal dan fiksi di dunia maya.

Sedangkan perintah pelaksanaan haji harus dengan fisik di dunia nyata.

Begitu juga ibadah umrah harus di alam nyata sebagaimana tuntunan Rasulullah saw.

“Sebab Ibadah haji itu sifatnya ta’abbudi dan tauqifi” ujar KH Cholil Nafis dilansir Jumat 11 Februari 2022.

Dia mengatakan ahwa selamanya, ibadah haji bersifat tetap tak mengalami perubahan tempat dan waktunya.

Asalnya ibadah itu haram sampai ada tuntunan yang mengajarinya. Maka seorang muslim tidak dapat melakukan ibadah dan haram (dilarang) hukum jika tidak ada tuntunannya dari Rasulullah saw.

“Metaverse baik untuk interaksi sosial dan transaksi ekonomi secara virtual dengan membuka alam maya sendiri seperti horizon, avatar dll. Namun ibadah mahdhal (murni) tidak dapat dipindahkan ke dunia fiksi. Maka haji dan shalat tidak sah dilakukan secara virtual di metaverse” katanya.

Sementara itu, Pengurus Pembaga Bahtsul Masail PBNU, Ust Alhafiz Kurniawan mengatakan hal yang sama,

Dia berpatokan pada pandangan ulama fiqih mazhab Syafi’i, mengharuskan pelaksanaan thawaf secara fisik sebagai salah satu rukun haji di dalam Masjidil Haram.

“Wajib tidak melaksanakan thawaf di luar masjid sebagaimana wajib tidak melaksanakannya di luar kota Makkah dan Tanah Haram,” (Ar-Rafi’i, Al-Aziz bi Syarhil Wajiz, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1997 M/1417 H], juz III, halaman 395).

Dia berujar bahwa kehadiran jamaah haji secara fisik merupakan syarat sah thawaf.

Bahkan jamaah haji dianjurkan untuk mendekat pada Ka’bah saat pelaksanaan thawaf.

Kalau pun boleh agak jauh dari Ka’bah, maka thawaf dianggap sah selagi masih dilaksanakan secara fisik di dalam Masjidil Haram.

“Kami telah sebutkan bahwa (orang yang thawaf) dianjurkan dekat dengan Ka’bah tanpa perbedaan pendapat ulama,” kata Ust Alhafiz.

Nash-nash dari Imam As-Syafi’i dan ashhab bersepakat, boleh mengambil posisi agak jauh (dari Ka’bah) selama masih di area Masjidil Haram.

Umat Islam bersepakat atas masalah ini. Mereka juga bersepakat, seandainya seseorang melakukan thawaf di luar masjid, maka thawafnya tidak sah

Demikian juga dengan rukun haji lainnya, yaitu sai dan wukuf. Mazhab Syafi’i mengharuskan kehadiran fisik jamaah haji untuk wukuf di Arafah meskipun hanya sejenak.

Kehadiran fisik jamaah haji walau sejenak merupakan syarat sah wukuf di Arafah meski jamaah itu mendatanginya, berdiam, atau sekadar melalui kawasan Arafah.

Pada prinsipnya, pelaksanaan ibadah haji (setidaknya menurut Mazhab As-Asyafi’i) mengharuskan kehadiran jamaah haji secara fisik.

Tanpa kehadiran fisik, rangkaian manasik haji tidak sah menurut syariat. Dengan demikian manasik haji virtual tidak sah. (fin)

  • Bagikan