Kejati Sulbar Tahan Tiga Tersangka Kasus Peremajaan Sawit, Termasuk Mantan Kadis Pertanian Mateng

  • Bagikan

MAMUJU – Kasus dugaan korupsi dana Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di Kabupaten Mamuju Tengah (Mateng) tahun anggaran 2019, memasuki babak baru.

Melalui rilis yang dikirimkan, Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulbar Amiruddin SH, menyampaikan bahwa hari ini, 10 Januari 2022, telah di tandatangani Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulbar Didik Istiyanta, SH., MH. Nomor: PRINT – 15 / P.6/ Fd.2/ 01/ 2022, PRINT – 16 / P.6/ Fd.2/ 01/ 2022, PRINT – 17 / P.6/ Fd.2/ 01/ 2022, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) penyalahgunaan dana PSR di Mateng.

Atas surat perintah tersebut, Penyidik Pidsus Kejati Sulbar melakukan penahanan terhadap para tersangka masing-masing: MA, BS dan SR di Rutan Klas IIB Mamuju selama 20 hari kedepan.

Amiruddin menuliskan, penahanan tersebut dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:

Alasan Objektif:
Pasal yang disangkakan kepada tersangka adalah pasal yang ancaman hukumannya di atas lima tahun vide Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP.

Alasan Subyektif:
Adanya kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri dan merusak atau menghilangkan barang bukti, serta mempengaruhi saksi-saksi lainnya.

Berkas perkara tersangka telah dalam tahap penyusunan, sehingga proses penanganannya akan cepat selesai.

Bahwa posisi singkat perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana PSR di Mateng, yaitu pada tahun 2019, Kabupaten Mateng mendapatkan Dana PSR dengan melalui Dinas Pertanian Mateng.

Kemudian, MA selaku Kepala Dinas Pertanian Mateng saat itu, dan selaku Ketua Tim PSR Mateng mengeluarkan penetapan CP/CL terhadap salah satu kelompok tani penerima dana PSR yakni KT MB dengan luasan seluas 326,3750 Ha sebesar Rp Rp 8.150.000.000, dengan cara melawan hukum.

Indikasi perbuatan melawan hikum dimaksud diantaranya, yaitu dalam pelaksanaan tugasnya, MA bersama dengan BS sebagai Tim Verifikasi PSR Mateng serta SR sebagai Ketua KT MB, memanipulasi data anggota kelompok tani, termasuk memanipulasi titik koordinat seolah olah lokasi lahan berada di luar kawasan, agar dapat memenuhi syarat formal pengajuan CPCL.

Selain itu, untuk pelaksanaan pekerjaan tumbang chipping, stacking dan irigasi, MA selaku Kepala Dinas Pertanian Mateng dengan modus untuk memenuhi syarat administrasi, di dalam surat perjanjian kerjasama perusahaan milik anak kandungnya serta menantunya dimasukkan sebagai pelaksana pekerjaan tumbang chipping, stacking dan irigasi.

Namun hal tersebut tidak dilaksanakan, melainkan para kelompok tani menyewa kembali alat berat ke pihak lain. Sehingga perusahaan milik anak kandungnya, dan menantu mendapat fee 2 persen dan uang pajak sebesar 10 persen.

Akibat perbuatan para tersangka, diduga keuangan negara dirugikan kurang lebih sebesar Rp 7.959.375.000. Nilai itu berdasarkan penghitungan ahli audit keuangan.

Pasal yang disangkakan kepada tersangka yakni Pasal 2 ayat (1) subs Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara, dan denda maksimal Rp 1 miliar. (*/ham)

  • Bagikan