JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan komitmen terhadap optimalisasi pemulihan kerugian keuangan negara melalui perampasan aset alias asset recovery tindak pidana korupsi.
Kurun 8 tahun terakhir, KPK mengklaim telah menyelamatkan kerugian keuangan negara melalui asset recovery senilai Rp2,7 triliun lebih.
“Dengan besarnya kerugian negara yang telah ditimbulkan, maka penegakan hukum tindak pidana korupsi juga penting untuk bisa menjadi instrumen pemulihan atas kerugian tersebut,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (3/1/2022).
Menurut Ali, korupsi sebagai extraordinary crime telah menimbulkan kerugian bagi negara dan dampak buruk yang dirasakan oleh masyarakat luas.
Oleh karena itu, upaya penegakan hukumnya pun harus benar-benar memberikan efek jera terhadap para pelaku agar kejahatan serupa tak kembali terulang dan menjadi pembelajaran bagi publik.
Merujuk pada data, Ali mengklaim KPK telah melakukan perampasan aset senilai Rp2,7 triliun selama delapan tahun terakhir.
Dengan perincian, Rp107 miliar pada 2014, Rp193 miliar pada 2015, Rp335 miliar pada 2016, Rp342 miliar pada 2017, Rp600 miliar pada 2018, Rp468 miliar pada 2019, Rp294 miliar pada 2020, dan Rp374 miliar pada 2021.
“Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah asset recovery KPK tahun 2021 mengalami peningkatan jika kita bandingkan dengan capaian tahun sebelumnya, yakni sebesar Rp80 miliar atau 27 persen,” ucap Ali.
Menurutnya, upaya asset recovery merupakan wujud sumbangsih KPK terhadap pembangunan nasional. Sebab, asset recovery yang dilakukan KPK menjadi salah satu sumber pembiayaan negara melalui penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
KPK pun, kata dia, menyadari keberhasilan tersebut tidak terlepas dari sinergi dan kolaborasi semua pihak, K/L, aparat penegak hukum, pemerintah daerah, para pelaku usaha, dan seluruh elemen masyarakat.
“Oleh karenanya, melalui sinergi ini, kita bangun optimisme pemberantasan korupsi,” tegasnya. (riz/fin)