MAMUJU – Realisasi APBD Sulbar 2021 diproyeksikan menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Sulbar Amujib mengatakan, jika melihat tahun-tahun sebelumnya, realisasi APBD Sulbar tak jauh dari angka 95 persen. Namun untuk tahun ini, diperkirakan masih di bawah 90 persen.
Dia mengaku, belum melakukan rekap data realisasi APBD Sulbar tahun 2021. Sebab, tahun anggaran masih berjalan. Namun laporan sementara yang diterima realisasi APBD Sulbar di kisaran 84 persen. “Kemungkinan besar kita masih 84 persen,” beber Amujib saat ditemui di Kantor BPKPD Sulbar, Kamis 30 Desember 2021.
Namun, bukan berarti kinerja APBD itu secara keseluruhan menurun. Sebab dari beberapa sisi, realisasi beberapa sektor melebihi dari target. “Seperti PAD (Pendapatan Asli Daerah) kita itu, itu over realisasi Rp 23 miliar dari target,” ungkapnya.
Diketahui, target PAD Sulbar 2021 sebesar Rp 363,5 miliar. Dengan capaian realisasi tahun ini, sehingga pemprov Sulbar menaikkan target PAD sebesar Rp 399 miliar dalam APBD 2022.
Sebenarnya, lanjut Amujib, menurunnya tren realisasi setelah adanya program PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) dari pinjaman Pemprov Sulbar ke PT SMI yang memberi kontribusi 13 persen ke dalam APBD. Sementara PEN sendiri baru masuk di triwulan III tahun 2021, dan dijalankan pada November 2021.
“MoU (Memorandum of Understanding) November. Kinerja keuangan hanya karena ada PEN. Jadi akhirnya kita kelihatan turun,” ungkapnya.
Program PEN dimaksud adalah dukungan modal dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp 300 miliar untuk sejumlah pekerjaan infrastruktur jalan di Sulbar.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sulbar, Muh. Aksan mengatakan, sebanyak 11 paket pekerjaan ruas jalan di enam kabupaten menjadi sasaran yang bersumber dari anggaran PEN itu. Pun ia mengakui realisasi dari 11 paket tersebut masih rendah, “Kisaran 50 persen lebih,” bebernya.
Dia pun memastikan, tentu sulit mengejar realisasi hingga 100 persen untuk tahun ini. Sehingga konsekuensinya adalah memberikan denda kepada pihak kontraktor, untuk tetap melanjutkan pekerjaan. “Tahap pertama kita kasi denda 50 hari, kedua ditambah menjadi 90 hari,” ungkapnya. (imr/dir)